Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Fintech Crowdfunding Rawan Gagal Bayar? LandX Ungkap Faktanya

Risiko yang tinggi ketika menjadi Pemodal di platform ECF merupakan keniscayaan. Namun demikian, tentu setiap platform ECF terus berupaya meminimalkan potensi risiko, antara lain dengan sikap selektif terhadap rekam jejak penerbit dan hanya melisting penerbit yang memiliki aset dasar.
Ilustrasi teknologi finansial/Flickr
Ilustrasi teknologi finansial/Flickr

Bisnis.com, JAKARTA - Teknologi finansial urun dana (fintech equity crowdfunding/ECF) dianggap sebagai fintech alternatif investasi yang paling berisiko. 

Kendati demikian, fintech jenis ini masuk ke dalam  klaster fintech yang telah mendapatkan regulasi khusus dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan bisa menjadi alternatif investasi baru. 

Fintech ECF dan fintech project financing kini berada dalam satu atap dalam regulasi securities crowdfunding (SCF), melayani penerbitan saham atau surat utang dari suatu proyek awal atau ekspansi bisnis para 'Penerbit' UMKM dan usaha rintisan (startup), kemudian mempertemukan mereka dengan para investor yang disebut 'Pemodal'.

Dengan operasi bisnis semacam ini, tak ayal fintech SCF disebut berisiko tinggi. Misalnya, mulai dari potensi adanya kemungkinan proyek gagal, jalannya usaha tak mendatangkan keuntungan, sampai adanya fraud atau kecurangan tak terduga.

Namun demikian, Chief Operating Officer PT Numex Teknologi Indonesia (LandX) Gunawan Aldy mengungkap fakta sebaliknya. Kendati ekosistem ECF dicap menjalankan bisnis dengan risiko terlampau tinggi, iklim fintech urun dana justru tengah mendapatkan momentum kepercayaan masyarakat.

"Buat LandX sendiri user terus bertumbuh, apalagi setelah kami mendapatkan izin OJK. Per hari ini, jumlah user kami sudah mencapai 57 ribu, dan dari seluruh user yang mendaftar sudah ada 5 ribu user yang aktif berinvestasi menjadi pemodal," ujar Aldy kepada Bisnis, Senin (23/8/2021).

Kepercayaan pemodal ini turut menyumbang capaian realisasi penerbitan LandX sebesar Rp55,4 miliar dari 9 Penerbit per semester I/2021, mencapai nilai kontribusi 61 persen dari capaian industri ECF (terdiri 5 platform termasuk LandX) sepanjang paruh 2021 yang sebesar Rp89,5 miliar.

Dominasi market share ini membuat Aldy optimistis target pendanaan LandX hingga Rp180 miliar dari 30-50 penerbit sepanjang 2021 pun relevan. Menilik target industri ECF sendiri tengah berupaya menjangkau 500.000 Pemodal aktif, menyentuh 500 penerbit, dan total pengumpulan pendanaan hingga Rp500 miliar sejak awal berdiri.

"Maka, untuk 2021 sendiri kami menargetkan untuk jadi ECF nomor satu di Indonesia. Selain itu, kami juga menargetkan untuk upgrade perizinan Securities Crowdfunding ke OJK pada tahun ini," tambahnya.

Adapun berkaitan risiko yang tinggi ketika menjadi pemodal di platform ECF, Aldy mengungkap hal ini merupakan keniscayaan. Aktif melakukan edukasi di bidang personal finance dan investasi kepada para user pun masih jadi prioritas LandX untuk mempertahankan persentase market teredukasi yang tergabung dalam platform.

"Berinvestasi ke perusahaan di ECF memiliki risiko yang sama seperti berinvestasi ke bisnis secara langsung. High risk, high reward. Semakin besar potensi keuntungan suatu bisnis, semakin tinggi juga risiko untuk gagal bisnis tersebut. Begitu pula sebaliknya, semakin kecil tingkat risiko investasi ke suatu bisnis, semakin kecil pula imbal hasil yang diterima," jelasnya.

Namun demikian, Aldy menekankan tentu setiap platform ECF terus berupaya meminimalkan potensi risiko. Bagi LandX sendiri, antara lain lewat semakin selektif terhadap rekam jejak Penerbit dan me-listing penerbit yang memiliki aset dasar (underlying asset).

"Sehingga apabila terjadi skenario terburuk, misal ketika bisnisnya tidak berjalan sesuai perkiraan, setidaknya user sebagai investor masih memiliki aset dalam perusahaan tersebut, baik berupa properti, tanah, atau aset lainnya," ungkap Aldy.

Oleh sebab itu, LandX terus menekankan agar masyarakat hanya memilih fintech ECF dan project financing yang sudah berizin dan diawasi OJK, serta terus meningkatkan product knowledge, potensi keuntungan, dan risiko terhadap pilihan investasinya.

Calon pemodal juga diharapkan melakukan diverifikasi, serta memperbesar awareness dalam melakukan seleksi pribadi. Misalnya, hanya memilih Penerbit yang menjalankan bisnis konservatif atau sesuai profil risiko yang bisa ditoleransi.

"Tren dari sisi penerbit LandX sendiri sekarang sudah semakin beragam, dan dari berbagai sektor. Contoh bisnis yang sudah listing di antaranya, properti, pabrik pupuk batu bara, cloud kitchen, restoran, klinik kecantikan, laundry, agen properti, hingga perusahaan facility service management," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper