Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bakal membuat sistem untuk menilai seberapa digital bank-bank yang mengklaim menjadi bank digital.
Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Anung Herlianto mengatakan hal ini dilakukan untuk mencegah bank-bank yang mengklaim menjadi digital, tetapi sebenarnya belum sepenuhnya digital. Bank-bank melakukan hal ini untuk mendorong nilai saham naik.
"Banyak bank-bank kecil dengan gimmick marketing-nya hanya sedikit menggunakan layanan digital dan mengklaim mereka sudah fully digital. Lalu sahamnya naik," ujar Anung dalam webinar, Senin (30/8/21).
Anung pun menambahkan OJK akan lakukan penilaian untuk mengukur kadar digitalisasi bank-bank yang mengklaim menjadi bank digital. Dalam penilaian itu, OJK akan menilai lima aspek, yakni strategi digital, organisasi dan budaya, teknologi, operasional, dan nasabah.
"Dari sisi strategi misalnya, OJK akan menilai manajemen strategi bank, keuangan dan investasi, digital branding, ekosistem digital, digital market intelligence dan portofolio inovasi," tambah Anung.
Dalam sisi organisasi dan budaya, akan dinilai mengenai budaya, kepemimpinan, governance, desain organisasi, talent, dan workforce enablement.
Anung pun menjelaskan penilaian ini sudah pernah diuji coba, di mana hasilnya digital maturity perbankan secara industri berdasarkan aspek strategi sudah mencapai 53 persen.
"Sementara dari sisi organisasi dan budaya baru mencapai 44 persen dan aspek teknologi sudah cukup siap," jelasnya.
Bank pun tanpa menyebut dirinya bank digital, seharusnya sudah mempersiapkan infrastruktur digital sekitar 65 persen. Operasional untuk penerapan digitalisasi pun barus mencapai 42 persen, dan dari sisi nasabah sudah mencapai 49 persen.
"Walaupun appetite consumer ke layanan digital sudah luar biasa, namun kita harus waspada. Ke depannya pun masih akan ada resiko terhadap cyber, engineering, dan lain- lain," ungkapnya.