Bisnis.com, JAKARTA - Saham-saham perbankan hingga sesi I perdagangan hari ini, Selasa (21/9/2021) sebagian besar mengalami koreksi.
Dari data RTI yang dipantau Bisnis, hanya sedikit bank yang berada di zona hijau, yaitu MAYA dengan penguatan 7,98 persen ke level 880, MEGA menguat 1,27 persen menjadi 8.000, lalu BBSI menguat 1,18 persen ke 6.450, dan BNGA yang naik 0,52 persen ke level 970.
Beberapa bank juga terpantau sahamnya stagnan atau tidak mengalami perubahan dari penutupan kemarin, di antaranya NOBU, MASB, AMAR, dan BCIC. Sebagai informasi, pada hari ini BEI melakukan suspensi atas saham BCIC karena adanya penurunan harga saham yang signifikan.
Baca Juga : Bom Waktu Itu Bernama Evergrande |
---|
Sisanya, saham perbankan berguguran berjamaah, termasuk saham empat bank besar. BBRI, misalnya, terkoreksi 1,11 persen ke level 3.550, lalu BMRI melemah 1,24 persen ke 5.950, BBCA turun 1,37 persen menjadi 32.475, dan BBNI -1,46 persen ke level 5.075.
Kendati kompak melemah, penurunan saham perbankan tidak ada yang menyentuh batas auto reject bawah (ARB).
Saat dihubungi, Kepala Riset Praus Kapital Alfred Nainggolan mengatakan bank-bank besar atau yang masuk ke kategori BUKU 4 secara tahun berjalan pergerakan sahamnya mengalami koreksi.
Faktor sektoral banyak berkontribusi terhadap performa sahamnya, seperti penyaluran kredit yang pertumbuhannya akan tertahan pada kuartal III dengan adanya pemberlakukan PPKM.
Menurutnya, performa kinerja bank BUKU 4 meskipun bagus dari sisi bottom line, tetapi untuk bisnis intinya yaitu pendapatan bunga masih sangat berat. Hal ini terlihat dari total pendapatan bunga 7 bank BUKU 4 pada semester I/2021 mengalami koreksi secara tahunan.
"Kenaikan bottom line lebih kepada faktor efisiensi terkhusus penurunan biaya bunga," ujarnya, Selasa (21/9/2021).
Alfred menambahkan, dengan adanya kejadian gagal bayar Evergrande tentu menambah sentimen negatif bagi sektor perbankan, baik dari sisi pasar dan juga sektor perbankan.
Dia berpendapat hal ini karena kasus Evergrande juga menyebabkan sektor perbankan di China terimbas, meskipun hubungannya ke sektor perbankan Tanah Air bisa dibilang hampir tidak ada.
"Namun, tentu secara psikologis respons pasar sudah menunjukan presepsi terhadap potensi mencuatnya resiko terhadap gagal bayar di perbankan, apalagi skalanya Evergrande juga lumayan besar," jelasnya.
Sebagai informasi, saat ini investor dunia sedang dipusingkan dengan gagal bayar atau default Evergrande. Evergrande adalah raksasa perusahaan real estat China yang paling terbebani utang saat ini.
Perusahaan memiliki tagihan, pinjaman, dan pembayaran obligasi yang belum dibayar senilai US$300 miliar atau Rp4.290 triliun, dengan kurs Rp14.300/ dolar AS.