Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengaku bakal meminta pertanggungjawaban beberapa perusahaan asuransi jiwa yang dinilai telah melanggar etika dan ketentuan penjualan produk produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unit-link.
Hal ini diungkap Anggota Dewan Komisioner OJK sekaligus Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Riswinandi Idris dalam audiensi dengan Komisi XI DPR RI dan Komunitas Korban Asuransi Unit-Link dari AXA Mandiri, AIA, dan Prudential di DPR RI, Senin (6/12/2021).
"Ketiga perusahaan terkait secara umum termasuk yang golongan sehat, RBC di atas 120 persen, rasio kecukupan investasi dan rasio likuiditas juga baik. Tapi barangkali yang perlu diperbaiki adalah bagaimana melakukan penjualan dan menertibkan oknum-oknum agen," jelasnya.
Riswinandi menjelaskan bahwa pihaknya telah memanggil ketiga perusahaan asuransi untuk menindaklanjuti, mengklarifikasi, dan menyelesaikan masalahnya dengan para nasabah. OJK berharap masalah terkait ketiga perusahaan tidak sampai mengganggu reputasi industri asuransi secara umum.
Sekadar informasi, dalam pertemuan ini anggota Komunitas Korban Asuransi banyak mengungkap bobrok penjualan produk unit-link yang terjadi di lapangan. Terbanyak, soal misselling dari para agen, yang dinilai sudah mengarah kepada menjebak dan menipu nasabah, bahkan ada yang sampai memalsukan tanda tangan nasabah.
Menanggapi hal ini, Riswinandi menyebut OJK sudah menerima masukan terkait dan bakal melakukan revisi aturan main penjualan produk asuransi unit-link, seiring memperketat beberapa aspek yang sebelumnya belum tercantum dalam peraturan terkait yang terbit sejak 2006.
Baca Juga
Riswinandi mengungkap bahwa aturan main baru yang akan dimuat dalam Peraturan OJK tersebut sudah dalam tahap harmonisasi dan diharapkan terbit pada akhir Desember 2021.
"Penjelasan produk itu memang perlu perhatian, apalagi dikaitkan pembinaan agen. Terkait masalah yang disebabkan agen, ini akan menjadi masukan buat kami untuk mendalami kepada para perusahaan asuransi. Kami juga akan berkoordinasi dengan asosiasi [AAJI] karena mereka berperan besar berkaitan pembinaan para agen," tambahnya.
Beberapa hal yang tengah menjadi sorotan OJK, antara lain soal perekaman penjelasan agen soal instrumen dan jenis investasi terkait produk, biayanya, dan pemberitahuan hasil investasi secara transparan setiap hari.
OJK juga akan membatasi siapa saja yang boleh membeli produk unit-link, mengawasi welcome call atau pengenalan awal produk, serta melarang perusahaan asuransi menginvestasikan pada instrumen di luar negeri dengan harapan mudah dipelajari oleh para calon pemegang polis.
Turut hadir, Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara yang mengakui bahwa kewajiban perekaman merupakan yang paling urgen, karena terkadang masalah tidak bisa diselesaikan karena kedua pihak, yaitu perusahaan dan nasabah tidak memiliki bukti kuat.
"Kalau ada perekaman ini bisa menjadi bukti siapa yang salah. Patut diakui juga pemegang polis itu sering tidak kenal dengan produk yang dibelinya, karena polis itu tebal sekali dan tulisannya kecil-kecil, sementara ringkasan dari agen kurang bisa menjelaskan secara utuh. Inilah kenapa kami mewajibkan adanya ringkasan dengan bahasa sederhana, tapi lengkap cakupannya. Termasuk kalau ada denda, biaya tambahan, dan pinalti, atau sebagainya, semua harus dicantumkan," tutupnya.