Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia Fintech Society (IFSoc) mendorong perusahaan rintisan (startup) mulai merencanakan model bisnis yang bukan hanya mengejar pertumbuhan penjualan dan pelanggan (traction), tetapi bisa menghasilkan keuntungan.
Rudiantara, steering committee IFSoc sekaligus Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) periode 2014-2019 mengungkap bahwa pada prinsipnya banyak startup di Tanah Air dengan traction besar yang mencapai status unikorn alias bervaluasi US$1 miliar.
"Tapi jangan lupa mindset investor sudah bergeser dari sekadar traction dan market share saja, sekarang sudah lebih melihat cash flow. Karena investor pasti mempertimbangkan strategi exit," ujarnya dalam diskusi virtual IFSoc 'Catatan Akhir Tahun 2021 Industri Fintech', dikutip Jumat (10/12/2021).
Sebagai informasi, strategi exit tersebut antara lain penawaran perdana saham (IPO), serta menunggu aksi akuisisi atau merger dengan pihak lain.
Khusus pendanaan lewat pasar modal, kendati regulasi di Indonesia memperbolehkan startup yang masih merugi melakukan IPO, pengalaman terhadap PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA) memberikan pelajaran baru.
Inilah kenapa Rudiantara menyarankan startup-startup potensial yang masih belum menyentuh profit untuk melengkapi ekosistem usahanya, dengan tujuan mengincar potensi cash flow.
Baca Juga
Tak heran, IFSoc juga melihat tren startup besar mulai membuat atau mengakuisisi fintech, bahkan mengincar bank untuk mengubahnya menjadi neobank, menilik jasa keuangan merupakan sektor dengan model bisnis paling mudah mendatangkan 'cuan'.
"Sekarang ini bukan hanya sekadar traction dan gaya-gayaan, atau biasa disebut bakar uang. Unikorn itu juga hanya status, jangan fokus ke sana. Terpenting model bisnis, dan ke depan salah satu yang berpotensi menjadi besar itu fintech murni atau fintech dalam ekosistem [startup] yang melakukan backward integration [melengkapi ekosistem layanan]," tambahnya.
Pria yang juga Ketua Dewan Pengawas Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) ini memberikan gambaran, di mana dari 8 unikorn di Indonesia, sebagian besar merupakan fintech, financial related, atau telah memiliki layanan jasa keuangan sendiri.
Fintech murni antara lain, Xendit bervaluasi US$1 miliar, Ajaib bervaluasi US$1 miliar, dan OVO yang bervaluasi US$2,9 miliar. Adapun, unikorn financial related atau memiliki fintech di dalamnya, antara lain, Online Pajak bervaluasi US$1,7 miliar, Traveloka bervaluasi US$3 miliar, dan Gojek-Tokopedia bervaluasi US$18 miliar.
"Sebagai contoh, GoTo itu punya layanan jasa finansial GoPay, yang kalau dipisah sebenarnya sudah bisa jadi unikorn sendiri. Apalagi dengan ditambah Bank Jago. Maka kami melihat tahun depan akan bermunculan startup lain yang mengincar layanan perbankan," tutupnya.
Adapun, dari sisi penambahan unikorn baru di Tanah Air pada tahun depan, Rudiantara menebak akan ada startup di sektor fintech, health-tech, dan edutech yang berbondong-bondong mulai 'lulus' dari valuasi centaur untuk menjadi unikorn.