Bisnis.com, JAKARTA — Top up atau pengisian ulang e-money (uang elektronik) dan dompet elektronik dikenakan PPN 11 persen mulai 1 Mei 2022. Akan tetapi bukan nilai yang dipajaki oleh pemerintah, melainkan jasa pengisiannya.
Adapun aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022 tentang PPh dan PPN atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial. Beleid ini ditetapkan Sri Mulyani Indrawati pada 30 Maret 2022 dan mulai berlaku pada 1 Mei 2022.
Dalam Bab III yang mengatur soal Perlakuan PPN Atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial, tertulis bahwa penyediaan jasa pembayaran yang dimaksud berupa uang elektronik, dompet elektronik, gerbang pembayaran, layanan switching, kliring, penyelesaian akhir, dan transfer dana.
Kemudian, pada Pasal 7 ayat 2 dijelaskan jenis layanan uang elektronik berupa pengisian ulang (top up), tarik tunai melalui pihak lain yang bekerja sama dengan penyelenggara dompet elektronik atau menggunakan kanal lain, pembayaran transaksi, pembayaran tagihan, transfer dana dan atau layanan paylater.
Kepala Sub Direktorat PPN, Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan Bonarsius Sipayung menjelaskan bahwa pengenaan pajak dihitung dari jasa, bukan nilai transaksi. Artinya saat seseorang melakukan top up senilai Rp1 juta dengan biaya jasa atau administrasi Rp1.000.
PPN 11 persen tidak dihitung berdasarkan nilai transaksi Rp1 juta, melainkan biaya jasa sebesar Rp1.000. Oleh karena itu besaran PPN yang ditanggung adalah Rp110. Hal ini berlaku sama bagi pengguna Go-Pay, OVO, DANA, dan dompet eletrknik lainnya.
Hal ini juga berlaku sama bagi top up Go-Pay, OVO, DANA, dan sebagainya. Selain itu pengenaan PPN 11 persen juga akan berlaku untuk jasa transfer dana. Artinya bila biaya transfer dana sebesar Rp6.500, maka PPN yang dikenakan adalah Rp715 per transaksi.