Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan pembiayaan PT Batavia Prosperindo Finance Tbk. (BPFI) mulai mengalami perbaikan kinerja secara bertahap, di tengah penantian rampungnya proses akuisisi dari calon induk baru, lembaga keuangan asal Korea Selatan, Woori Card Co, Ltd.
Sebagai informasi, transaksi akuisisi BPFI oleh Woori Card sebesar 82,03 persen ini terjadi pada awal Maret 2022 lalu. Transaksi bernilai setidaknya Rp1 triliun tersebut akan membawa entitas bagian dari Woori Financial Group ini menjadi pemegang saham pengendali BPFI.
Secara terperinci, Woori Card akan mengambil penuh kepemilikan pemegang saham pengendali lama BPFI, PT Batavia Prosperindo Internasional Tbk. (BPII) sebanyak 1,98 juta lembar atau setara 74,22 persen, serta 7,8 persen dari pemegang saham lain yang tidak disebutkan.
Berdasarkan keterangan tertulis Direktur BPFI Indah Mulyawan terkait proses transaksi ini, diharapkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) keluar pada Juni 2022, sementara restu pemegang saham lewat RUPSLB diketok pada Agustus 2022, sampai akhirnya penyelesaian transaksi pada September 2022.
Mulyawan menyebut bahwa transaksi ini harapannya mendorong BPFI menjadi lebih baik, sebab Woori Financial Group berpengalaman menjadi perusahaan pembiayaan nomor 4 terbesar di Korea Selatan dan memiliki pedoman dan cara berbisnis yang maju dan profesional.
"Sebagai pemegang saham pengendali baru, Woori dapat memperluas hubungan kerja sama kami dengan pabrik kendaraan di Indonesia, terutama pabrik kendaraan dari Korea Selatan. Lebih dari itu, Woori juga dapat memberikan support dalam memperoleh pendanaan yang lebih murah, sehingga membuat kami lebih kompetitif," ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (10/5/2022).
Baca Juga
Berdasarkan laporan keuangan BPFI di laman keterbukaan informasi, perusahaan yang fokus di bidang pembiayaan konsumen dan sewa pembiayaan untuk kendaraan bekas dan alat berat ini tampak telah mampu memulihkan total asetnya menjadi Rp1,3 triliun pada kuartal I/2022.
Sebab, total aset BPFI pada tutup buku 2021 sebesar Rp1,29 triliun, tercatat masih turun dari periode 2020 senilai Rp1,47 triliun dan turun drastis dari era sebelum pandemi alias periode 2019, senilai Rp1,82 triliun.
Perbaikan aset ini ditopang komponen pembiayaan konsumen yang naik tipis dari Rp663,24 miliar pada akhir 2021 menjadi Rp669,23 miliar pada Maret 2022. Sewa pembiayaan pun naik tipis dari Rp228,56 miliar menjadi Rp230,71 miliar pada Maret 2022.
BPFI pun terlihat bakal menatap 2022 lebih baik ketimbang tahun lalu, karena laba bersih BPFI mampu mencapai Rp12,9 miliar pada kuartal I/2022, naik 33 persen (year-on-year/yoy) ketimbang capaian sepanjang kuartal I/2021.
Pertumbuhan laba ini utamanya didapatkan karena tren penurunan beban usaha, dari senilai Rp63 miliar pada kuartal I/2021 menjadi Rp51,51 miliar pada kuartal I/2022. Sebab, total pendapatan BPFI tampak masih lesu, turun dari sebelumnya Rp75,43 miliar menjadi Rp67,68 miliar pada kuartal I/2022.
Sebagai informasi, pihak BPII sempat menjelaskan bahwa tujuan melepas BPFI utamanya untuk bisa lebih fokus mengembangkan anak perusahaan lain, di bidang Manajer Investasi, Asuransi Umum, dan Jasa Transportasi, serta melihat potensi usaha baru yang dapat meningkatkan nilai perseroan ke depan.
Artinya, setelah nantinya ditinggalkan BPFI, anak usaha BPII tersisa tinggal perusahaan sekuritas PT Batavia Prosperindo Sekuritas, manajer investasi PT Batavia Prosperindo Aset Managemen, jasa rental kendaraan dan logistik PT Batavia Prosperindo Trans Tbk (BPTR), dan perusahaan asuransi umum PT Malacca Trust Wuwungan Insurance Tbk (MTWI).