Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengamat Menilai Langkah BRI Membatasi Penyaluran Kredit ke Pertambangan Logis

Keputusan BRI untuk menghentikan pembiayaan ke sektor pertambangan dinilai sebagai upaya BRI untuk lebih fokus ke sektor yang telah mereka kuasai, ketimbang sektor pertambangan yang cukup volatil. 
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BRI) Sunarso/Istimewa
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BRI) Sunarso/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Selain karena ingin fokus pada pembiayaan ramah lingkungan, keputusan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. untuk membatasi penyaluran kredit ke sektor pertambangan dinilai sebagai upaya perusahaan untuk fokus ke sektor yang lebih terukur dan menguntungkan. 

Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan bank-bank milik negara memiliki spesialisasi yang berbeda-beda dalam pembiayaan. 

BRI, sebagai bank dengan laba terbesar di Indonesia, memiliki keunggulan di sektor UMKM. BRI memiliki SDM yang dapat mengukur dengan baik kualitas kredit di sektor UMKM. 

Keputusan BRI untuk membatasi pembiayaan ke sektor pertambangan dinilai sebagai upaya BRI untuk lebih fokus ke sektor yang telah mereka kuasai, ketimbang sektor pertambangan yang cukup volatil. 

“Mungkin mereka [BRI] punya pengalaman sebelumnya di sektor pertambangan yang kemudian membuat mereka memiliki masalah terhadap NPL, restrukturisasi di masa pandemi dan lain sebagainya,” kata Amin, Jumat (27//2022). 

Amin mengatakan sejarah pembiayaan perbankan di sektor pertambangan berjalan cukup menantang. Alasannya, harga sektor pertambangan ditentukan oleh pasar global sehingga harganya terkadang naik dan terkadang turun. 
 
Untuk menghadapi kondisi pasar yang volatile tersebut, dibutuhkan sumber daya manusia yang mumpuni, yang dapat menganalisis kondisi pasar dengan cermat. Adapun jika perbankan tidak memiliki SDM yang andal, bisa melakukan sindikasi pembiayaan untuk sektor pertambangan. 

“Perlunya bank berani mengambil risiko adalah ketika ada kesiapan SDM untuk masuk sektor ini. Artinya apa? tidak hanya mengandalkan perhitungan dan skema kredit yang ditawarkan juga perlu wawasan tambahan dari seluruh SDM yang terlibat,” kata Amin. 

Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan mengatakan langkah BRI untuk mengurangi atau membatasi pembiayaan di sektor pertambangan adalah langkah yang logis. 

“Karena bisa saja mereka masuk sektor pertambangan yang mereka tidak paham, potensi kredit macetnya akan tinggi, menambah NPL dan menggerus dari laba secara keseluruhan,” kata Abdul. 

Dia menilai jika BRI masuk ke sektor pertambangan kemungkinan biaya yang dikeluarkan lebih tinggi, karena harus survei dan alokasi SDM baru. Kondisinya berbeda saat BRI fokus di UMKM yang dia sudah matang di sana. 

Toh sektor UMKM menguntungkan bagi BRI, terbukti laba BRI paling tinggi,” kata Abdul. 

Sekedar informasi, BRI dan entitas anak berhasil membukukan laba bersih tahun berjalan secara konsolidasian sebesar Rp12,21 triliun pada kuartal I/2022. 

Laba BRI melesat 78 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dari periode yang sama tahun 2021 sebesar Rp6,86 triliun. Adapun, pertumbuhan laba ditopang oleh kenaikan pendapatan bunga yang menjadi sebesar Rp36,73 triliun. 

Dengan demikian, pendapatan bunga tumbuh 6 persen yoy dari Rp34,68 triliun pada posisi Maret 2021. Sementara itu, beban bunga menyusut 16 persen yoy, dari Rp27,12 triliun menjadi Rp30,4 triliun. Alhasil, pendapatan bunga bersih tumbuh 12 persen yoy menjadi Rp30,4 triliun dari semula Rp27,12 triliun. 

Masih secara konsolidasi, emiten bersandi saham BBRI ini mencatat kredit yang diberikan naik 3 persen secara ytd. Kredit yang diberikan naik dari Rp994,41 triliun per 31 Desember 2021 menjadi Rp1.024 triliun pada posisi 31 Maret 2022.

Direktur Utama BRI Sunarso menegaskan bahwa perseroan telah membatasi penyaluran kredit pada sektor energi yang dinilai merusak lingkungan, seperti batu bara dan minyak bumi. 

Hal tersebut disampaikan Sunarso secara daring dari acara konferensi World Economic Forum di Davos, Swiss, Rabu (25/5/2022). 

Dalam kesempatan itu, bos BRI ini juga menceritakan bahwa fenomena dunia saat ini tengah menghadapi krisis energi karena perang Rusia-Ukraina dan masalah dunia lainnya. Oleh sebab itu, perusahaan energi dunia berpacu menambah produksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper