Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan posisi cadangan devisa Indonesia berpotensi turun hingga US$3 miliar pada Mei 2022.
Menurutnya, ada sejumlah faktor yang mempengaruhi cadangan devisa Indonesia pada Mei 2022, misalnya larangan ekspor CPO yang sempat diberlakukan oleh pemerintah dan masuknya musim pembagian dividen pada periode tersebut.
Di samping itu, pasokan valas di dalam negeri juga menurun dikarenakan impor yang mulai meningkat sejalan dengan semakin kuatnya pemulihan ekonomi domestik, serta permintaan valas yang meningkat pada musim liburan.
“Sementara itu, pada pasar SBN [Surat Berharga Negara] juga masih tercatat net outflows,” katanya kepada Bisnis, Minggu (5/6/2022).
Faisal mengatakan ada potensi cadangan devisa Indonesia akan meningkat di masa depan. Selain didorong oleh penerbitan Samurai bonds oleh pemerintah, kenaikan cadangan devisa juga dipengaruhi oleh pelarangan ekspor CPO yang sudah dicabut sejak beberapa waktu lalu.
Namun demikian, dia mengingatkan faktor yang masih perlu diantisipasi adalah masih tingginya tekanan ekonomi dari sisi eksternal.
Baca Juga
“Saya melihat jika Indonesia mampu tumbuh cukup tinggi secara konsisten pada setiap kuartal atau dengan kata lain akselerasi pemulihan benar-benar berlangsung, ini bisa jadi momentum untuk inflow kembali,” imbuhnya.
Pada kesempatan berbeda, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky memperkirakan posisi cadangan devisa pada Mei 2022 akan turun ke kisaran US$134 miliar.
“Cadangan devisa di Mei 2022 akan turun sedikit di kisaran US$134 miliar dengan nilai tukar rupiah bergerak di kisaran Rp14.450-Rp14.480 per dolar Amerika Serikat,” katanya.
Dia menyampaikan penurunan posisi cadangan devisa pada periode tersebut terjadi seiring dengan daya beli masyarakat yang mulai kembali pulih. Faktor lainnya, yaitu kebutuhan impor yang meningkat.
Adapun, pada April 2022, posisi cadangan devisa tercatat turun menjadi sebesar US$135,7 miliar, dari posisi bulan sebelumnya sebesar US$139,1 miliar. Penurunan ini dipengaruhi oleh kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan antisipasi kebutuhan likuiditas valas sejalan dengan meningkatnya aktivitas perekonomian.