Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Begini Ramalan Perbanas dan Bos BCA Soal 'Arah' Suku Bunga BI

Kalangan bankir meramalkan kenaikan suku bunga merupakan hal yang tidak dapat dihindari ke depannya.
Karyawan keluar dari gedung Bank Indonesia di Jakarta./JIBI-Dedi Gunawan
Karyawan keluar dari gedung Bank Indonesia di Jakarta./JIBI-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA – Kenaikan suku bunga di sejumlah negara tak membuat Bank Indonesia (BI) latah. Bank sentral dalam Rapat Dewan Gubernur memutuskan untuk tetap menahan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di angka 3,5 persen.

Meski demikian, kalangan bankir meramalkan kenaikan suku bunga merupakan hal yang tidak dapat dihindari ke depannya. Beberapa faktor menjadi penyebab, mulai dari disrupsi rantai pasok global hingga kenaikan harga komoditas.

“Kenaikan suku bunga ini ternyata unavoidable [tak terhindarkan] dan mungkin akan kita rasakan juga di Indonesia,” ujar Wakil Ketua Persatuan Bank Nasional (Perbanas) Tigor M. Siahaan dalam Bisnis Indonesia Banking Outlook 2022, baru-baru ini.

Menurut Tigor, persoalan inflasi diperkirakan tetap menghantui Indonesia dalam beberapa kuartal ke depan, meski saat ini kondisinya lebih baik dibandingkan negara-negara lain.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa tingkat inflasi pada Mei 2022 masih dalam kisaran target, yakni 3,55 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Adapun, inflasi inti bertengger di angka 3,6 persen.

Tigor menuturkan bahwa kondisi tersebut tidak lepas dari peran pemerintah yang meningkatkan anggaran subsidi energi tahun 2022 hingga mencapai Rp502 triliun. Upaya ini dilakukan pemerintah untuk menahan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), LPG, dan tarif listrik.

“Kalau itu tidak terjadi mungkin kenaikan inflasi kita sudah jauh lebih tinggi. Jadi, memang agak diredam dari segi inflasi tersebut sehingga kenaikan suku bunganya tidak sedrastis yang dialami negara-negara lain,” pungkasnya.

Kendati demikian, dia menilai bahwa kenaikan suku bunga akan tetap terjadi ke depan. Pasalnya, kenaikan suku bunga ini salah satu cara untuk menjaga ketahanan nilai tukar rupiah.

“Jadi, saya merasa kenaikan itu tidak terhindarkan dan mungkin ini merupakan suatu obat yang harus dilakukan setiap bank sentral,” kata Tigor.

Sementara itu, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan naik atau turunnya suku bunga akan memengaruhi dua sisi dari perbankan, yakni kenaikan suku bunga dana pihak ketiga (DPK) dan kredit.

Jika suku bunga DPK naik, maka cost of fund atau biaya dana perbankan juga bakal meningkat seiring kewajiban bank untuk membayar bunga kepada nasabah. Pada saat bersamaan, kenaikan itu bakal membuat perbankan turut menaikkan suku bunga kredit.

Namun, Jahja menyatakan bahwa penyesuaian itu akan mempertimbankan situasi dan kondisi para nasabah, khususnya yang tengah dalam proses restrukturisasi. Akan tetapi bagi sektor usaha yang mulai kembali normal, suku bunga kredit dipastikan mengalami penyesuaian.

“Kalau di mana-mana naik ya jangan mengharapkan interest pinjaman turun di kita, tidak mungkin. Harus sejalan dengan naiknya dana masyarakat yang harus dikeluarkan oleh perbankan,” kata Jahja dalam kesempatan yang sama. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dionisio Damara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper