Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kisah Pura-pura Mati demi Klaim Asuransi dan Urgensi Daftar Hitam Nasabah Nakal

Alkisah, Wahyu yang tengah frustrasi akibat boncos ketika berinvestasi, punya ide memalsukan kematiannya dengan harapan dapat mengantongi nilai klaim dari empat polis asuransi jiwa dengan total manfaat Rp15 miliar.
Pura-pura mati demi klaim asuransi dan urgensi daftar hitam nasabah nakal. /Bisnis-Eusebio Chrysnamurti
Pura-pura mati demi klaim asuransi dan urgensi daftar hitam nasabah nakal. /Bisnis-Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Industri asuransi jiwa tengah menyoroti sandiwara dari Wahyu Suhada (35), yang pada kisaran awal Juni 2022 merekayasa kematiannya sendiri demi mencairkan manfaat klaim sekitar Rp15 miliar.

Alkisah, Wahyu yang tengah frustrasi akibat boncos ketika berinvestasi, punya ide memalsukan kematiannya dengan harapan dapat mengantongi nilai klaim dari empat polis asuransi jiwa miliknya.

Setelah meminta bantuan teman-teman, Wahyu pun beraksi di kawasan Jalan Raya Inspeksi Kalimalang, Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi, Sabtu (4/6/2022). Wahyu berboncengan bersama salah satu rekannya menunggangi motor besar, kemudian menabrak mobil yang telah dijanjikan, sampai tercebur ke Sungai Kalimalang.

Rekan pengendara motor meminta pertolongan, sambil terus bergumam kepada para saksi bahwa Wahyu tenggelam terseret arus sungai. Padahal, Wahyu bersama rekan lain kabur dengan mobil.

Beruntung, pihak kepolisian Cikarang Pusat yang mendapat laporan, mencium aroma kejanggalan setelah mencari keberadaan Wahyu di Sungai Kalimalang bersama para relawan. Wahyu yang masih hidup dan melarikan diri, kini telah menjadi tersangka tindak pidana laporan palsu.

Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu turut menceritakan kembali kisah ini, dalam konteks menanggapi komplain dari beberapa pihak soal masih lamanya proses klaim dari para pelaku industri asuransi jiwa.

"Ketika ditanya polisi, tersangka mengungkap bahwa dipikirnya klaim asuransi itu mudah. Ini salah satu kisah yang muncul di berita, tapi sebenarnya teman-teman perusahaan asuransi jiwa juga punya kisah lainnya. Jadi poinnya, manakala klaim harus selalu dibayar, harusnya ada kepastian juga buat kami, bahwa ada upaya-upaya dari berbagai pihak untuk meminimalisasi fraud buat industri ini," ujar dalam diskusi Insurance Industry Mid-Year Outlook bersama The Iconomics, Rabu (29/6/2022).

Menurutnya, salah satu usulan yang bisa menjadi pertimbangan para pemangku kepentingan, terutama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Satgas Waspada Investasi (SWI), yaitu keberadaan teknologi big data nasabah industri keuangan secara keseluruhan.

Gambarannya serupa Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK atau akrab disebut BI-Checking yang diakses perbankan dan perusahaan pembiayaan, atau Pusat Data Fintech Lending (Pusdafil) untuk industri tekfin pendanaan bersama (P2P lending alias pinjaman online (pinjol), namun terintegrasi secara menyeluruh.

Pada akhirnya, Togar menyebut upaya transformasi digital terkait sisi pembayaran klaim asuransi, juga bisa menguntungkan nasabah yang punya riwayat dan iktikad baik mendapat hak-haknya secara lebih cepat.

"Kami mendukung penguatan perlindungan konsumen dan transformasi digital. Tapi kalau dengan digitalisasi, proses klaim masih 30 hari, ya, apa bedanya. Harapannya, digitalisasi itu juga bisa memotong waktu proses klaim," tambahnya.

Direktur Kepatuhan PT AXA Mandiri Financial Services (AXA Mandiri) sekaligus Ketua Bidang Regulasi, Kepatuhan, dan Litigasi Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Rudy Kamdani pun sempat mengungkap hal serupa dalam diskusi terbatas bersama media beberapa waktu lalu.

"Kasus-kasus seperti ini banyak terjadi. Pada intinya, proses klaim ketika jenazah tidak ditemukan itu memang sulit, kita tidak bisa begitu saja menerima. Ada prosesnya, bahkan tak jarang kami turut mengirim tim investigasi terlebih dahulu. Beda dengan kondisi bencana luar biasa seperti tsunami, misalnya. Perusahaan pasti lebih tanggap soal pembayaran klaim, walaupun jenazah tertanggung sama-sama tidak ditemukan," jelasnya.

Adapun, Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon juga berharap inovasi-inovasi lewat hadirnya teknologi, mampu menjadi solusi bagi industri menghindari potensi klaim fraud di masa mendatang.

"Sudah lama kami coba suarakan kepada regulator, sudah saatnya industri ini juga punya data terintegrasi. Utamanya untuk mitigasi risiko dan meminimalisasi potensi tindak kejahatan terkait jasa keuangan, terutama praktik-praktik yang berpotensi merugikan industri asuransi jiwa. Bahkan, kalau ada satu data yang bisa untuk seluruh industri keuangan, akan jauh lebih baik lagi," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper