Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) menyatakan siap saat kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 berakhir pada Maret 2023, sebab perseroan sudah selesai memetakan debitur berdasarkan tingkat risiko.
“Kita sudah selesai [kredit restrukturisasi Covid-19]. Jadi kita siap kalau relaksasinya selesai, karena mayoritas transaksi kita sudah mapping,” kata Direktur Corporate Banking BNI Silvano Winston Rumantir dalam kunjungan ke WismaBisnis Indonesia, Jakarta, Senin (11/7/2022).
Silvano menyampaikan dengan melakukan pemetaan dan klasifikasi, emiten bersandi saham BBNI itu telah mengetahui potensi profil risiko debitur restrukturisasi.
“Mayoritas yang high risk, porsinya kecil. Kita cukup nyaman dengan kualitas yang ada dengan mapping. Walaupun risiko yang besar yang sebagian kecil itu kita sudah kami cadangkan,” tuturnya.
Berdasarkan catatan Bisnis, hingga tiga bulan pertama tahun ini, BNI mencatat restrukturisasi kredit mengalami penurunan dibandingkan dengan posisi Desember 2021. Restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 perseroan turun dari sebelumnya Rp72,13 triliun pada akhir 2021 menjadi Rp69,63 triliun per Maret 2022.
Sekretaris Perusahaan BNI Mucharom mengungkapkan penurunan restrukturisasi perseroan dikarenakan pelaku usaha terdampak, mulai semakin percaya diri prospek kinerja bisnisnya, sehingga sudah dapat melakukan cicilan seperti sebelum pandemi.
Baca Juga
Adapun pada saat itu, sektor-sektor yang terdampak antara lain trading, restoran, dan hotel sebesar 27,1 persen, konstruksi 19,3 persen, dan manufaktur sebesar 16,9 persen.
Adapun sebagai informasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memperpanjang masa relaksasi restrukturisasi kredit perbankan selama satu tahun, dari 31 Maret 2022 menjadi 31 Maret 2023. Langkah ini juga dilakukan untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi.
Sementara itu, sejumlah bankir sempat mengusulkan agar masa restrukturisasi kredit dapat diperpanjang kembali minimal satu tahun. Bankir beralasan tekanan perekonomian saat ini menyisakan kekhawatiran terhadap prospek kinerja debitur pada masa yang akan datang.
Nada serupa juga disuarakan oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Para pengusaha melihat restrukturisasi kredit dapat mengimbangi potensi pelemahan pasar dan efek tapering terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional dalam jangka pendek-menengah.
Restrukturisasi kredit juga bisa menjadi solusi bila sewaktu-waktu daya beli menurun atau beban usaha meningkat di luar ekspektasi hingga tidak bisa mendukung konsumsi dan kinerja sektor riil di dalam negeri.
Terkait hal tersebut, OJK menyatakan bakal mengkaji usulan perpanjangan kembali masa restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 tersebut.