Bisnis.com, JAKARTA – Seiring ramainya pemberitaan terkait dengan serangan hacker, emiten perbankan milik mendiang konglomerat Eka Tjipta Widjaja, yakni PT Bank Sinarmas Tbk. (BSIM) berupaya memperkuat literasi keamanan siber di masyarakat.
Direktur Utama Bank Sinarmas Frenky Tirtowijoyo mengatakan upaya itu diwujudkan melalui berkolaborasi dengan Politeknik Siber dan Sandi Negara atau PSSN, yang menyelenggarakan Wreck Information Technology 3.0 atau Wreck-It 3.0
“Ini merupakan wujud komitmen Bank Sinarmas terhadap literasi keamanan siber masyarakat khususnya keamanan bertransaksi menggunakan jaringan internet,” ujar Frenky dalam keterangan tertulis pada Kamis (15/9/2022).
Frenky menuturkan pembekalan ilmu pengetahuan tentang keamanan siber pada masyarakat perlu dilakukan. Langkah itu seiring dengan laju perkembangan teknologi informasi dan internet yang berkembang secara pesat saat ini.
Dari sisi perbankan, kecanggihan teknologi juga membuat pembukaan tabungan di bank telah dilakukan secara daring. Frenky menyatakan bahwa hal itu membuat emiten bank berkode saham BSIM ini terus berupaya meningkatkan pengamanan siber di segala aspek.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Digital Banking Soejanto Soetjijo mengatakan sentuhan teknologi digital telah masuk ke dalam semua aspek kehidupan saat ini. Namun, semakin publik terekspos dengan teknologi, maka potensi ancaman siber akan semakin besar.
Baca Juga
“Jadi, betapa pentingnya siber security ini. Untuk itu, saya ingin bersama-sama, dari industri keuangan kemudian PSSN bisa melahirkan talenta IT dan kita bisa bekerja sama,” tuturnya.
Menurut Soejanto, melalui penguatan kolaborasi antarpihak, industri keuangan ke depan akan semakin besar dan aman. Oleh karena itu, keamanan siber seharusnya tidak hanya terpusat pada infrastruktur perbankan, tetapi para pengguna layanan bank juga harus teredukasi.
Senada, Direktur PSSN Tjahjo Khurniawan menuturkan, teknologi yang telah menyentuh seluruh lapisan masyarakat harus diimbangi dengan kesadaran keamanan siber. Sebab, sepanjang tahun lalu, pihaknya mencatat ada 1,6 miliar serangan siber di berbagai lintas sektor.
Sementara itu, berdasarkan laporan Verizon, industri keuangan menjadi yang paling banyak mengalami kebocoran data, yakni 690 kasus. Posisinya diikuti oleh industri profesional yang mengalami 681 kasus kebocoran data, disusul industri kesehatan mengalami 571 kasus.
Adapun laporan National Cyber Security Index (NCSI) Estonia turut menempatkan Indonesia pada urutan ke-83 terkait dengan indeks keamanan siber. Posisi tersebut menandakan bahwa ruang digital Indonesia dinilai belum terlalu aman.