Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) buka suara terkait langkah perseroan yang sejauh ini disebut masih menyalurkan kredit ke sektor batu bara.
Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini menyatakan komposisi kredit batu bara di emiten bank bersandi BBNI ini hanya mencapai 2 persen dari total kredit. BNI juga tidak berencana meningkatkan ekspansi ke sektor tersebut.
“Komposisi kredit batu bara di BNI saat ini hanya sebesar 2 persen dari total kredit, sehingga walaupun mungkin kenaikan harga komoditas juga menguntungkan untuk masuk ke sektor ini, namun kami tidak berencana untuk meningkatkan ekspansi ke sektor komoditas batubara,” ujarnya dalam Public Expose Live 2022 baru-baru ini.
Novita menuturkan langkah BNI untuk tidak meningkatkan ekspansi ke sektor batu bara karena mempertimbangkan komitmen perseroan dalam memperkuat aspek environmental, social, dan governance atau ESG.
“Maka sektor batu bara merupakan sektor yang sangat selektif untuk kami lakukan pendanaan,” pungkasnya.
Sebelumnya, Direktur Utama BNI Royke Tumilaar menyatakan bahwa pembiayaan BNI pada segmen hijau telah mencapai Rp176,6 triliun sampai dengan akhir Juni 2022 atau sebesar 28,6 persen dari total kredit perseroan, yakni Rp620,42 triliun
Baca Juga
Seluruh pembiayaan tersebut ditujukan bagi industri yang menghasilkan produk atau jasa dengan dampak positif terhadap lingkungan hidup. Pembiayaan hijau BNI sejauh ini diberikan untuk kebutuhan pembangunan ekonomi melalui pemberdayaan UMKM senilai Rp117,9 triliun.
Selebihnya digunakan untuk kebutuhan pembangunan ekosistem lingkungan hijau sebesar Rp16,1 triliun, energi baru terbarukan (EBT) sebanyak Rp12 triliun, pengelolaan polusi sebesar Rp7,2 triliun, serta pengelolaan air dan limbah Rp23,4 triliun.
“BNI juga menghadirkan kemudahan kepemilikan kendaraan listrik melalui pembiayaan konsumer BNI dan pembiayaan melalui anak usaha BNI Multifinance, dengan bunga yang lebih menarik dibandingkan dengan pembiayaan untuk mobil konvensional,” kata Royke.
Dia juga menekankan bahwa pembiayaan pada sektor EBT terus meningkat dengan cukup kuat. Sampai dengan pertengahan tahun 2022, pembiayaan ke EBT diperuntukan bagi kebutuhan pembangkit listrik tenaga air, tenaga surya, serta biogas.
Royke melanjutkan upaya mendukung portofolio hijau perseroan juga dilakukan dengan menerbitkan green bond dalam denominasi rupiah senilai Rp5 triliun.
“Penerbitan ini nantinya akan digunakan untuk mendorong kinerja green banking khususnya pembiayaan pada 11 kategori area hijau sesuai POJK 60/ POJK.04/2017,” ujarnya.