Bisnis.com, JAKARTA – Banyaknya permasalahan yang terjadi di sektor asuransi saat ini ditenggarai salah satunya disebabkan karena rendahnya penetrasi asuransi di Indonesia.
Anggota DPR RI Komisi XI Fraksi PKS Anis Byarwati yang mengawasi sektor keuangan menyampaikan penetrasi asuransi di Indonesia pada 2021 baru mencapai 3,18 persen. Jika ldibedah lebih detail, penetrasi ini terbagi atas penetrasi asuransi jiwa 1,19 persen, asuransi umum 0,47 persen, asuransi sosial 1,45 persen, dan asuransi wajib 0,08 persen.
Selain itu, lanjut Anis, Indonesia memiliki tingkat inklusi dan literasi keuangan yang rendah, khususnya untuk sektor asuransi nasional jika dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia dan Thailand. Atas kenyataan ini, Komisi XI menerima banyak keluhan masyarakat terkait permasalahan di sektor asuransi seperti dari kasus asuransi Jiwasraya, Bumiputera 1912, Taspen, hingga Asabri yang memicu pergolakan di masyarakat.
“Sampai sekarang, WA saya masih dibanjiri dengan keluhan-keluhan dari para nasabah dan tiap hari tidak pernah absen, rata-rata WA komisi XI itu dibanjiri dengan keluhan-keluhan dari korban nasabah asuransi. Tata kelola buruk ini menjadi catatan yang sangat krusial di DPR RI,” kata Anis dalam acara Webinar Nasional bertajuk ‘RUU PPSK – Program Penjaminan Polis’ yang diselenggarakan oleh Komunitas Penulis Asuransi (Kupasi) secara virtual, Senin (17/10/2022).
Dia menilai bahwa tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG) menjadi hal yang sangat penting untuk industri, demi melindungi kepentingan investor dan pemegang polis.
“Krisis kepercayaan dari masyarakat terhadap asuransi menggambarkan masyarakat meragukan tata kelola perusahaan asuransi, karena masyarakat larinya atau datangnya ke DPR dan kita sudah menerima banyak sekali perwakilan-perwakilan dari para nasabah itu yang mengadukan mereka tidak bisa mengakses atau ketika jatuh tempo,” ujarnya.
Selain itu, kata Anis, OJK menemukan tidak optimalnya manajemen perseroan, adanya tugas yang rangkap, kurangnya komite-komite, kemudian juga tidak optimalnya peran pengawas internal dan aktuaris, di mana aktuaris di industri asuransi memiliki jumlah yang terbatas.
Permasalahan berikutnya adalah mengenai produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau dikenal dengan unit link. Anis mengungkapkan bahwa unit link belakangan ini juga menjadi permasalahan utama di sektor asuransi. Pasalnya, unit link membuat sejumlah konsumen merasa kecewa karena tidak terealisasinya hasil investasi.
“Ini juga mengemuka, karena DPR tempat curhat terkait dengan PAYDI banyak sekali yang sampai kepada kita,” tuturnya.