Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peluang dan Tantangan Penjaminan Polis Asuransi LPS Mulai 2028 menurut Asosiasi

Mulai 2028, LPS akan menjamin polis asuransi, memperkuat proteksi konsumen. Asosiasi pun memberikan pandangan terkait peluang dan tantangan penjaminan tersebut.
Karyawati beraktivitas di kantor Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Jakarta, Senin (7/8/2023). Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawati beraktivitas di kantor Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Jakarta, Senin (7/8/2023). Bisnis/Arief Hermawan P
Ringkasan Berita
  • Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akan mulai menjamin polis asuransi pada 2028, yang diharapkan dapat memperkuat perlindungan konsumen dan kepercayaan terhadap industri asuransi.
  • Penjaminan oleh LPS dan mekanisme reasuransi diharapkan saling melengkapi dalam memperkuat stabilitas dan ketahanan industri asuransi, serta memberikan perlindungan tambahan bagi pemegang polis.
  • Tantangan utama dalam implementasi penjaminan ini meliputi kesiapan sistem dan regulasi, penguatan koordinasi dengan regulator, serta peningkatan literasi publik mengenai fungsi LPS di industri asuransi.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mendapat mandat untuk memperluas penjaminan mereka tidak terbatas pada industri bank, tetapi juga turut menjamin polis asuransi mulai 2028. Implementasi penjaminan polis asuransi ini dipandang sebagai peluang proteksi ganda industri asuransi, tetapi tidak lepas juga dari tantangan.

Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan mengatakan pihaknya menyambut baik program penjaminan polis (PPP) oleh LPS ini. Menurutnya, kebijakan tersebut merupakan langkah strategis untuk memperkuat perlindungan konsumen dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi.

"Jika dijalankan dengan tata kelola dan prinsip kehati-hatian yang baik, skema ini akan menjadi elemen penting dalam penguatan stabilitas sektor keuangan secara keseluruhan," kata Budi kepada Bisnis, Selasa (29/7/2025).

Budi menuturkan bahwa peran LPS dalam menjamin polis asuransi dapat menjadi pelengkap penting bagi fungsi reasuransi dalam industri ini. Reasuransi yang selama ini berperan sebagai mekanisme berbagi risiko yang bersifat preventif, membantu perusahaan asuransi menjaga kestabilan keuangan dan solvabilitasnya dalam menghadapi klaim-klaim besar. 

Di sisi lain, lanjutnya, LPS akan berfungsi sebagai pelindung konsumen di saat terjadi kegagalan atau krisis perusahaan asuransi dan memberikan jaring pengaman terakhir yang menjamin sebagian manfaat polis pemegang asuransi. 

"Dengan demikian, keduanya tidak berjalan dalam posisi yang tumpang tindih, melainkan membentuk sistem perlindungan berlapis yang memperkuat daya tahan dan kepercayaan terhadap industri secara keseluruhan," tandasnya.

Setali tiga uang, Ketua Bidang Produk, Manajemen Risiko, GCG Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Fauzi Arfan menilai penjaminan yang akan diberikan oleh LPS dan mekanisme reasuransi memiliki peran yang saling melengkapi dalam memperkuat ketahanan industri asuransi jiwa. Keduanya bertujuan untuk menjaga stabilitas industri serta meningkatkan perlindungan bagi pemegang polis.

Fauzi menjelaskan bahwa selama ini reasuransi berfungsi sebagai sarana transfer risiko, di mana perusahaan asuransi memindahkan sebagian risiko kepada perusahaan reasuransi. Hal ini bermanfaat dalam menjaga kelangsungan usaha saat terjadi klaim berskala besar, sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati dalam perjanjian reasuransi.

Di sisi lain, LPS akan berperan melindungi pemegang polis apabila terjadi kegagalan usaha atau kebangkrutan perusahaan asuransi. AAJI memandang hadirnya LPS akan menambah lapisan kepercayaan publik terhadap industri karena ada jaminan perlindungan yang diberikan negara atas polis yang mereka miliki.

"Dengan sinergi antara fungsi reasuransi dan penjaminan oleh LPS, perusahaan asuransi akan memiliki fondasi yang lebih kuat dalam mengelola risiko, sekaligus memberikan rasa aman kepada masyarakat untuk memiliki produk asuransi jiwa," ujarnya.

Tantangan Penjaminan Polis

Baik AAJI dan AAUI melihat ada tantangan dalam implementasi penjaminan polis asuransi. Pemerintah kini memiliki waktu kurang dari tiga tahun untuk mempersiapkan program ini.

Dalam prosesnya tersebut, AAJI melihat bahwa kesiapan sistem dan regulasi menjadi syarat fundamental yang perlu diperhatikan oleh lembaga penjaminan. Kedua hal itu menurutnya perlu disusun dengan detail dan berbagai pertimbangan mencakup kriteria keanggotan penjaminan, manajemen risiko, serta batas nilai jaminan.

Peluang dan Tantangan Penjaminan Polis Asuransi LPS Mulai 2028 menurut Asosiasi

Karyawan beraktivitas di kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Jakarta, Selasa (8/10/2024). Bisnis/Arief Hermawan P

"LPS perlu mempertimbangkan langkah tindak lanjut apabila ada perusahaan yang tidak bertanggung jawab sehingga dapat memicu moral hazard atau faktor risiko yang semakin tinggi karena merasa telah mendapatkan perlindungan dari LPS," tegas Fauzi.

Selain itu, menurutnya diperlukan penguatan koordinasi dengan regulator dan asosiasi perasuransian agar dalam implementasi penjaminan polis asuransi dapat berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak menimbulkan kebingungan di industri.

Tak kalah penting, Fauzi melihat peningkatan literasi dan edukasi kepada publik juga dibutuhkan agar masyarakat memahami fungsi dari LPS di industri asuransi, sehingga ekspektasi yang timbul di masyarakat sesuai dengan kebijakan yang diterapkan.

Senada, AAUI juga melihat sejumlah tantangan yang perlu dicermati secara serius untuk memastikan skema ini berjalan efektif. Budi merinci, yang pertama adalah diperlukan kesiapan infrastruktur data yang kuat, terutama menyangkut data pemegang polis, jenis manfaat yang dimiliki, dan profil risiko perusahaan asuransi. 

Kedua, proses penentuan kriteria peserta penjaminan dan mekanisme penghitungan iuran penjaminan perlu dilakukan dengan prinsip keadilan dan proporsionalitas agar tidak menciptakan beban yang tidak seimbang di antara pelaku industri. 

Ketiga, skema resolusi untuk perusahaan asuransi yang mengalami kesulitan juga perlu dirancang secara jelas dan terintegrasi dengan pengawasan OJK. 

"Untuk menjawab tantangan ini, diperlukan koordinasi erat antara otoritas terkait dan pelaku industri, serta proses konsultasi publik yang terbuka agar menghasilkan kebijakan yang kredibel dan dapat diterima semua pihak," pungkas Budi.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro