Bisnis.com, JAKARTA - Harga saham PT Bank Jago Tbk. (ARTO) sempat mengalami penurunan bahkan auto reject bawah (ARB) baru-baru ini. Meskipun, di perdagangan hari ini (18/10/2022) saham ARTO menguat 4,70 persen.
Saham ARTO, milik konglomerat Jerry Ng, telah mengalami ARB selama 3 hari berturut-turut dan berada di zona merah selama 7 hari perdagangan terakhir. Pada perdagangan Senin (17/10/2022) saham ARTO turun 6,87 persen atau ARB.
Dalam riset terbarunya, Analis Samuel Sekuritas Paula Ruth menjelaskan bahwa secara jangka pendek, saham bank digital seperti Bank Jago itu akan berfluktuasi di tengah ketidakpastian pasar. Hal ini disebabkan kekhawatiran mengenai kenaikan suku bunga.
Sebagaimana diketahui, dalam dua bulan terakhir BI telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bps), sehingga menjadi 4,25 persen.
Sementara itu, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan bahwa kenaikan suku bunga acuan memang memaksa bank menyesuaikan suku bunga deposito.
Sedangkan, bank digital seperti Bank Jago memang sudah memasang suku bunga deposito lebih tinggi dari suku bunga rendah. Apabila suku bunga deposito bank digital itu terus meningkat imbas kenaikan suku bunga acuan, kinerja laba akan terdampak.
"Jika Bank Jago menaikan lagi rate deposito karena imbas suku bunga acuan, maka ini akan mempengaruhi NIM [Net Interest Margin] dan mengganggu cost of fund," katanya kepada Bisnis pada Selasa (18/10/2022).
Tercatat, per kuartal II/2022 NIM Bank Jago mencapai 10,83 persen. Sementara Bank Jago telah mencatatkan laba Rp29 miliar. Bank Jago juga mencatat return in equity (ROE) 0,76 persen dan return on asset (ROA) 0,57 persen.
Dengan begitu, menurutnya perlu strategi alternatif dari Bank Jago untuk mendongkrak laba di tengah kenaikan suku bunga acuan itu. Misalnya, dengan memanfaatkan layanan digital yang lebih baik untuk mendapatkan dana murah atau current account saving account (CASA) dan nasabah.
"Bank bisa mengandalkan perputarasan bisnis dengan transaksi digital di ekosistem yg ada dan mungkin bisa diciptakan lebih inovatif," ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Kepatuhan Bank Jago Tjit Siat Fun mengatakan bahwa perseroan masih memerlukan waktu untuk mencapai skala ekonomi yang maksimal.
“Dalam 3–4 tahun ke depan, kami yakin akan ada penurunan cost income ratio yang signifikan tahun ke tahun sampai mencapai steady state di level 30–35 persen,” ujar Tjit Siat Fun dalam keterbukaan informasi, dikutip pada Selasa (28/9/2022).
Per kuartal II/2022 cost income ratio Bank Jago mencapai 69,19 persen. Selain itu, aset dan liabilitas serta NIM dan dana murah juga perlu dikembangkan agar rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) terus mengalami penurunan.
“Kami juga berencana ada fee based income untuk menurunkan BOPO, contohnya seperti dari wealth management products. Ini semua bisa membantu mendorong revenue dan laba akhir kami,” pungkas Tjit Siat Fun.