Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat industri Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) kini masih diselimuti sejumlah tantangan, khususnya sejak pandemi Covid-19 mewabah di Indonesia.
Kepala Kantor OJK Regional 1 DKI Jakarta & Banten Roberto Akyuwen menyampaikan bahwa sejak memasuki fase pandemi Covid-19, hampir semua lembaga jasa keuangan mengalami persoalan, tak terkecuali bagi BPR ataupun BPRS.
Dia mengatakan pada periode awal 2020 hingga 2021, masalah yang paling lazim ditemukan di industri BPR dan BPRS adalah seretnya likuiditas. Namun, seiring dengan relaksasi yang diberikan regulator, keduanya mampu bangkit dan perlahan pulih.
“Ketika memasuki fase pemulihan, tantangannya adalah membangkitkan dari sisi permintaan. BPR dan BPRS pada umumnya masih kokoh, tetapi tanpa adanya permintaan dari sisi pembiayaan dan pihak-pihak yang mau menempatkan dana, maka bisnisnya akan menghadapi kendala,” ujarnya saat peluncuran aplikasi Hijra Bank di Jakarta, Selasa (6/12/2022).
Dia menuturkan bahwa tantangan terkait dengan permintaan kredit masih menyelimuti industri BPR dan BPRS. Menurut Roberto, diperlukan berbagai macam inovasi untuk menyongsong sejumlah peluang pada tahun-tahun mendatang.
Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia per Agustus 2022, terdapat 1.450 BPR di Indonesia. Sebanyak 90 persen dari total tersebut memiliki aset di atas Rp10 miliar. Adapun total kredit BPR tercatat mencapai Rp125,12 triliun, sedangkan dana pihak ketiga (DPK) Rp122,71 triliun.
Sementara itu, merujuk data Statistik Perbankan Syariah yang dirilis OJK, sampai dengan Juli 2022, total BPRS di Indonesia mencapai 166 bank. Total pembiayaan yang disalurkan BPRS mencapai Rp13,29 triliun, diikuti dengan DPK yang dihimpun sebesar Rp12,26 triliun.
Staf Ahli Direksi Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Mulya E. Siregar menuturkan BPR dan BPRS harus pandai berinovasi untuk menelurkan produk yang dibutuhkan oleh masyarakat. Akan tetapi, hal ini perlu diimbangi dengan kedewasaan.
“Kedewasaan bank ini sangat diharapkan yakni kemampuan risk management untuk melakukan mitigasi risiko. Itulah yang harus dilakukan oleh bank,” ujar Mulya.