Bisnis.com, JAKARTA - Manajemen perusahaan asuransi jiwa PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (WanaArtha Life) atau WAL masih berupaya merealisasikan dua kewajiban utama, yaitu merampungkan neraca penutupan dan menggelar RUPSLB.
Presiden Direktur Wanaartha Life Adi Yulistanto menjelaskan bahwa hari ini merupakan agenda penyetoran neraca penutupan, sesuai batas waktu 15 hari yang telah ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak izin WAL resmi dicabut pada Senin (5/12/2022).
"Kami berkomitmen menyelesaikan neraca penutupan untuk diserahkan hari ini. Kemudian, ada penyelenggaraan RUPSLB yang rencananya 26 Desember 2022. Semuanya masih dalam koridor yang ditentukan regulator," ujarnya ketika dihubungi Bisnis, Selasa (20/12/2022).
Adapun, Adi menekankan bahwa manajemen sebenarnya hanya berperan dalam masa transisi. Selebihnya, tim likuidasi yang dibentuk pada RUPSLB tersebut yang nantinya akan berperan besar dalam mengurus kewajiban perusahaan terhadap para debitur, terutama pemegang polis.
Sementara itu, Adi juga mengapresiasi upaya penegak hukum yang masih berproses mengejar aset WAL sampai ke luar negeri. Termasuk aset berkaitan 7 orang tersangka penggelapan dana nasabah WAL, seperti mantan bos WAL Yanes Y. Matulatuwa dan jajaran pemegang saham WAL.
Sekadar informasi, Bareskrim Polri pun telah mendapat dukungan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri jejak rekening beberapa pihak yang diduga terkait dengan aset WAL tersebut.
Baca Juga
"Kami berharap besar upaya penegak hukum dalam mengejar aset WAL berbuah positif. Sementara untuk tim likuidasi, tentunya harapannya bisa senantiasa mengutamakan kepentingan pemegang polis. Menurut kami, WAL sebagai lembaga keuangan punya kewajiban memprioritaskan nasabah terlebih dahulu. Setelah pelunasan pajak, tapi di atas debitur lain," tambahnya.
Pelajaran Berharga
Di sisi lain, pengamat asuransi sekaligus arbiter bidang perasuransian Irvan Rahardjo menilai kasus WAL memberikan hikmah dari sisi edukasi produk asuransi, perbaikan proses pengawasan buat regulator, serta munculnya keberanian dalam likuidasi perusahaan asuransi bermasalah.
"Banyak pelajaran yang bisa diambil. Misalnya, buat masyarakat, harus hati-hati kalau ditawari produk asuransi seperti saving plan, karena sudah terbukti bisa bikin perusahaan collapse. Regulator juga jangan lagi meloloskan produk-produk yang berpotensi punya dampak negatif bagi kondisi keuangan perusahaan asuransi bersangkutan," ujarnya kepada Bisnis.
Pasalnya, masalah WAL bukan hanya karena adanya kasus hukum dari tata kelola dari manajemen yang tidak baik, namun juga karena sempat bermain di produk saving plan, yang notabene memberikan guaranteed return yang sangat tinggi di atas bunga deposito, dengan risiko yang juga tinggi.
"Beda dengan produk seperti unit-linked yang risikonya juga bergantung di tangan pemegang polis karena mereka yang pilih, kalau saving plan itu risiko ditanggung penuh perusahaan asuransi. Problem utamanya, mismatch antara aset dan liabilitas yang tidak terkelola dengan baik dan transparan," tambahnya.
Kasus WAL telah membuka mata semua pihak dan menjadi bahan edukasi berkaitan proses hukum akan asuransi bermasalah. Terutama, sesuai Peraturan OJK (POJK) No. 28/2015 tentang Pembubaran, Likuidasi, dan Kepailitan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Resuransi, dan Perusahaan Resuransi Syariah.
Saat ini, setelah izin dicabut OJK, sesuai ketentuan, dalam waktu 30 hari direksi harus menggelar Rapat Umum Pemegang Saham dan menyusun neraca penutupan dalam 15 hari. Apabila tidak terlaksana, terlebih kondisi WAL saat ini pemilik telah melarikan diri dan manajemen berniat mengundurkan diri, maka OJK akan menunjuk akuntan publik dan membentuk tim likuidasi.
"Kita telah melihat bagaimana Jiwasraya mengambil jalan keluar lewat restrukturisasi polis. Sekarang WAL beda lagi, terutama karena pemiliknya kabur dan tidak tanggung jawab. Jadi yang terbaik memang mendorong proses kepailitan, supaya nasabah bisa tetap mendapat hak-haknya," jelasnya.
Sekadar informasi, sesuai undang-undang tentang asuransi, dalam kasus kepailitan suatu perusahaan asuransi, pemegang polis tetap merupakan pihak yang perlu diutamakan ketimbang kreditur lain. Misalnya, gaji pegawai, bank, bahkan pajak, dengan hitungan proporsional sesuai hasil kekayaan tersisa yang ada.