Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi investasi internasional (PII) Indonesia mencatatkan kewajiban neto yang menurun pada kuartal III/2022.
PII Indonesia mencatat kewajiban neto sebesar US$262,0 miliar atau mencapai 20,0 persen dari PDB, lebih rendah dari dengan kewajiban neto pada akhir kuartal II/2022 sebesar US$270,5 miliar atau mencapai 21,3 persen dari PDB.
Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menjelaskan bahwa perkembangan tersebut disebabkan oleh penurunan posisi kewajiban finansial luar negeri (KFLN) di tengah posisi aset finansial luar negeri (AFLN) yang relatif stabil.
Dia menjelaskan, posisi KFLN Indonesia turun 1,2 persen dibandingkan dengan kuartal sebelumnya dari US$705,2 miliar menjadi US$696,8 miliar pada akhir kuartal III/2022.
“Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh faktor penguatan nilai tukar dolar AS terhadap mayoritas mata uang global, termasuk rupiah. Hal ini mempengaruhi penurunan nilai instrumen keuangan domestik,” katanya dalam siaran pers, Senin (26/2/2022).
Di sisi lain, Erwin mengatakan transaksi KFLN yang tetap positif didukung oleh aliran masuk investasi langsung yang mencerminkan optimisme investor terhadap prospek perbaikan ekonomi dan iklim investasi domestik yang terjaga.
Di samping itu, posisi AFLN tercatat sebesar US$434,7 miliar, relatif stabil dibandingkan dengan posisi pada akhir kuartal II/2022. Hal ini didukung oleh posisi aset investasi portofolio dan investasi lainnya yang meningkat seiring penempatan aset swasta.
BI memandang, PII Indonesia pada kuartal III/2022 tetap terjaga serta mendukung ketahanan eksterna, tercermin dari rasio kewajiban neto PII Indonesia terhadap PDB pada kuartal III/2022 yang tetap terjaga pada kisaran 20,0 persen, turun dibandingkan dengan rasio pada kuartal sebelumnya sebesar 21,3 persen.
Erwin menambahkan, struktur kewajiban PII Indonesia juga didominasi oleh instrumen berjangka panjang, yang mencapai 93,9 persen terutama dalam bentuk investasi langsung.
“BI meyakini kinerja PII Indonesia akan tetap terjaga sejalan dengan upaya pemulihan ekonomi Indonesia dari dampak pandemi Covid-19 yang didukung sinergi bauran kebijakan BI dan Pemerintah, serta otoritas terkait lainnya. Meskipun demikian, BI akan tetap memantau potensi risiko terkait kewajiban neto PII terhadap perekonomian,” kata Erwin.