Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OJK Sebut Pasar Perbankan Belum Efisien di Tengah Ancaman Ketidakpastian Global

OJK menyebut konsolidasi perbankan menjadi salah satu upaya penguatan dan perbaikan efisiensi pasar perbankan nasional.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae./Tangkap Layar
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae./Tangkap Layar

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut pasar perbankan nasional secara umum dinilai masih belum efisien dalam upaya mempersiapkan diri menghadapi sejumlah tantangan ke depan.

Hal tersebut disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan Dian Ediana Rae saat membuka webinar yang digelar OJK bertajuk Tren Perbankan 2023, selasa (17/1/2023).

"Kita lihat struktur pasar perbankan kita dewasa ini belum efisien, kita melihat bahwa harus ada upaya teretentu untuk melakukan perbaikan efisiensi pasar kita," ujar Dian, dikutip Rabu (18/1/2023).

Dia menambahkan hal tersebut ditujukan sebagai upaya untuk menghadapi tantangan ke depan yang bukan hanya menanggulangi dampak ekonomi global saja melainkan terkait sejumlah masalah ekonomi domestik.

"Yang pertama, saya ingin menyinggung masalah bank umum di kita, walau secara umum kinerja menunjukkan hal yang sangat menggembirakan dan dapat dijadikan sebagai modal dasar, tapi di samping itu kita harus terus berupaya untuk meningkatkan efisiensi, integritas, dalam menghadapi tantangan yag akan smeakin berat di masa yang akan datang," lanjutnya.

Terlebih lagi, di tengah suku bunga acuan tinggi yang dikerek Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi dalam negeri dinilai cukup menjadi kerikil bagi industri perbankan.

Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Perser) Tbk. atau BBRI, Sunarso menyebut hingga saat ini bank tengah berada pada posisi low interest rate environment. "Tren penurunan kredit yield akan mempengaruhi NIM perbankan yang akan semakin tertekan. NIM bank di 2010 itu 10 persen lalu di 2022 hanya 6 persen," jelas Sunarso.

Sunarso menambahkan hal tersebut terjadi lantaran suku bunga bank sentral naik, namun perbankan tetap tidak menaikkan suku bunga sebagai upaya memitigasi risiko dari ancaman lain seperti pembengkakan kredit bermasalah (non-performing loan/NPL).

Kendati demikian, pada kesempatan yang sama CEO Citi Indonesia Batara Sianturi menuturkan bahwa kondisi NIM perbankan indonesia saat ini berada di level 4,7 persen per November 2022. Angka tersebut dinilai tinggi bila dibandingkan dengan NIM sejumlah negara tetangga.

"Kita melihat NIM Hongkong 1,4 persen sampai 1,8 persen, bank di Taiwan berkisar 0,9 persen sampai 1,6 persen, Korean Bank bakal di 1,6 persen sampai 2,6 persen," jelas Batara.

Berkenaan dengan hal tersebut OJK menilai upaya penguatan struktur perbankan mulai dari penguatan modal inti hingga konsolidasi perlu dilaksanakan.

"Dalam langkah itu bahwa konsolidasi perbankan sebagaimana telah disampaikan akan terus kita laksanakan. Alhamdulillah permodalan bank juga akan kita ikuti dengan upaya konsolidasi yang terkait dengan BPR pada contohnya," pungkas Dian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper