Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cadangan Devisa RI Naik Jadi Rp2.111,9 triliun pada Januari 2023

Posisi cadangan devisa atau cadev pada Januari 2023  setara dengan pembiayaan 6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Ilustrasi cadangan devisa Indonesia dalam mata uang dolar AS/Dok. Bank Indonesia
Ilustrasi cadangan devisa Indonesia dalam mata uang dolar AS/Dok. Bank Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi cadangan devisa atau cadev mencapai US$139,4 miliar atau Rp2.111,9 trilun pada akhir Januari 2023.

Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menyampaikan bahwa jumlah tersebut meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir Desember 2022 yang tercatat sebesar US$137,2 miliar.

“Peningkatan posisi cadangan devisa pada Januari 2023 antara lain dipengaruhi oleh penerbitan global bond pemerintah serta penerimaan pajak dan jasa,” katanya dalam keterangan resmi, Selasa (7/2/2023).

Erwin mengatakan, posisi cadangan devisa pada Januari 2023  setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Posisi ini juga berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. 

BI memandang cadangan devisa tersebut tetap memadai, yang didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan berbagai respons kebijakan dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung proses pemulihan ekonomi nasional.

“BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” jelas Erwin.

Sebelumnya, ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan cadangan devisa Indonesia akan mencapai sekitar US$135 miliar hingga US$140 miliar pada akhir 2023.

“Kami mengantisipasi bahwa neraca transaksi berjalan akan berubah menjadi defisit yang dapat dikelola sekitar 1,10 persen dari PDB pada 2023 dari perkiraan surplus sebesar 1,05 persen dari PDB pada 2022,” kata Faisal.

Pertumbuhan ekspor diperkirakan melambat lantaran menurunnya harga komoditas terutama batu bara dan IHK.

Hal tersebut didorong oleh permintaan global yang melemah di tengah meningkatnya risiko perlambatan ekonomi global.

Meski diramal menyusut, Faisal mengatakan surplus neraca perdagangan bisa bertahan lebih lama karena penurunan harga komoditas lebih bertahap.

Sementara itu, pertumbuhan impor diprediksi akan lebih tinggi dari ekspor pada tahun ini, lantaran pihaknya melihat permintaan domestik akan terus menguat, menyusul pencabutan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada akhir 2022 dan keputusan pemerintah untuk melanjutkan Proyek Strategis Nasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper