Bisnis.com, JAKARTA — Layanan dompet digital LinkAja memproyeksikan pertumbuhan pendapatan mencapai lebih dari 80 persen dengan penurunan beban operasional sebesar 35 persen dibandingkan dengan tahun 2022.
Direktur Keuangan dan Strategi LinkAja Reza Ari Wibowo mengatakan untuk mencapai pertumbuhan tersebut, salah satu inisiatif strategis yang dilakukan perusahaan di tahun 2023 ini adalah dengan Business to Business to Consumer (B2B2C) approach.
“Yang mana LinkAja akan menggandeng beberapa perusahaan di bawah kementerian BUMN untuk menjadi penyedia layanan disbursement insentif,” kata Reza dalam keterangan tertulis, Kamis (2/3/2023).
Reza menuturkan bahwa dengan strategi tersebut, maka LinkAja mampu mendapatkan user base besar yang bersifat captive tanpa biaya akuisisi dan retensi.
Menurutnya, model bisnis B2B2C yang berfokus pada ekosistem BUMN terbukti efektif dan efisien pada kinerja 2022. Pasalnya, sejak awal 2022, LinkAja memfokuskan diri melalui bisnis model dua sisi B2B2C.
“Pada segmen B2C, LinkAja mengutamakan low-cost user acquisition & retention. Sedangkan, fokus segmen B2B berpusat pada end-to-end value chain dari sisi tradisional maupun digital,” jelasnya.
Baca Juga
Pada 2022, kata Reza, LinkAja masih mengimplementasikan digital financial solutions dengan berfokus pada kolaborasi sinergi BUMN, terutama di dalam ekosistem Telkomsel, Pertamina, dan Himbara.
Di samping itu, sepanjang tahun 2022, pendapatan operasional LinkAja terpantau tumbuh menyentuh 30 persen dan beban operasional turun drastis sebesar lebih dari 50 persen.
LinkAja juga mampu menurunkan biaya dengan tetap meningkatkan pendapatan. Jika dibandingkan dengan 2021, komponen biaya pemasaran serta operations & maintenance masing-masing turun sebesar lebih dari 90 persen dan 30 persen. Rasio pendapatan terhadap biaya promosi juga ditekan dari 1.3x menjadi 0.1x.
“Ini memperlihatkan bahwa perusahaan semakin on-track untuk merealisasikan komitmen pencapaian profit dalam waktu dekat,” pungkasnya.