Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah selalu menegaskan bahwa pembentukan Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS) merupakan salah satu ikhtiar untuk membangun ekosistem dan iklim syariah di Tanah Air.
Wakil Presiden (Wapres) RI Ma’ruf Amin pun belum lama ini mengatakan bahwa dari 13 Program Prioritas Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), dimana saat ini sudah terbentuk 13 KDEKS di seluruh Indonesia.
Menurutnya, dengan dibentuknya KDEKS, dapat mengakselerasi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia, sehingga target menjadikan Indonesia sebagai pusat produsen halal terkemuka di dunia dapat segera terwujud.
“KDEKS juga diharapkan menjadi garda terdepan dalam implementasi kebijakan perluasan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, termasuk peningkatan literasi kepada masyarakat,” tegasnya di Alun-alun Masjid Kauman Semarang, Jawa Tengah (Jateng), Senin sore (3/4/2023).
Orang nomor dua di Indonesia itu menilai dengan terbentuknya KDEKS sebagai fondasi, maka akan mengakselerasi implementasi program-program ekonomi dan keuangan syariah dapat semakin dipacu.
Baca Juga
“Langkah-langkah akselerasi akan semakin mendekatkan pada visi Indonesia menjadi pusat produsen halal terkemuka di dunia. Kita meraih visi tersebut dengan mengembangkan industri produk halal, keuangan syariah, dana sosial syariah dan kegiatan usaha syariah, serta memperkuat infrastruktur ekosistem syariah,” tuturnya.
Potensi lainnya yang dapat digali, tutur Ma’ruf, adalah penerbitan Sukuk Daerah dan KPBU syariah untuk pembiayaan pembangunan daerah seperti sektor Kawasan Industri Halal, pariwisata ramah muslim, zona Kuliner Halal Aman dan Sehat (KHAS), dan program-program lainnya sebenarnya masih bisa dikembangkan.
Oleh sebab itu, Wapres Ke-13 Indonesia itu pun meminta KDEKS terus menjalin koordinasi dan kolaborasi strategis dengan para pemangku kepentingan di pusat dan daerah, khususnya dalam menggali dan mengembangkan potensi ekonomi dan keuangan syariah di Tanah Air.
Koordinator Pusat Inovasi dan Inkubator Bisnis Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Dianta Sebayang mengatakan pemerintah memiliki pekerjaan besar untuk mengawal implementasi rencana tersebut. Penyebabnya, di lapangan rendahnya pangsa pasar (market share) keuangan syariah mengartikan pertumbuhan keuangan syariah belum melaju dengan kencang apabila dibandingkan dengan konvensional.
Hal ini dibuktikan melalui hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) pada 2022, dimana indeks inklusi keuangan syariah baru mencapai 12,12 persen tertinggal jauh dari indeks keuangan secara umum yang mencapai 85,10 persen.
Menurutnya, beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab lambatnya minat masyarakat terhadap produk dan jasa keuangan syariah antara lain yang pertama tingkat literasi keuangan syariah rendah dimana baru mencapai sebesar 9,14 persen pada 2022 yang tumbuh di bawah 5 persen dibandingkan 2019.
Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 menunjukkan indeks literasi keuangan syariah masyarakat Indonesia meningkat dari 8,93 persen pada 2019 menjadi 9,14 persen pada 2022.
Sementara itu, tingkat inklusi keuangan syariah juga menunjukkan peningkatan menjadi 12,12 persen pada 2022 dari sebelumnya 9,10 persen pada periode survei pada 2019.
Di sisi lain, survei Bank Indonesia tahun 2022 menyebutkan, indeks literasi ekonomi dan keuangan syariah nasional baru mencapai 23,3% dengan peningkatan yang juga di bawah 5 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu 20,1%.
“Sehingga, sekali lagi kunci paling utama dalam bisnis adalah keuntungan sehingga untuk mendongkrak [minat] dalam hal ini apakah konsumen merasa lebih diuntungkan dengan produk-produk syariah atau tidak. Ada beberapa produk syariah lebih mahal daripada produk konvensional,” katanya saat dihubungi, Jumat (7/4/2023).
Kendati demikian, dia melanjutkan bahwa kondisi tersebut membuat masyarakat memang harus lebih mengenal lebih jauh lagi mengenal perbankan berbasis syariah lewat berbagai literasi.
“Masalah lain saat ini untuk produk syariah adalah lebih banyak produk syariah adalah produk impor. Maka, jika ingin mendorong pertumbuhan syariah maka industri produk syariah juga harus diperkuat selain memperhatikan literasi dan edukasi di lapangan,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pengawas Syariah (DPS) Prudential Syariah AH Azharuddin Lathif melihat selama beberapa tahun ke belakang program KDEKS dinilai cukup efektif untuk meningkatkan literasi ekonomi dan keuangan syariah di Tanah Air. Hal ini dibuktikan dengan angka yang terus bertumbuh setiap tahunnya.
“KDEKS sejauh ini sangat potensial karena kalau hanya terfokus di tingkat pusat melalui KNEKS pihak yang menikmati dan teredukasi oleh ekonomi dan keuangan syariah hanyalah kalangan menengah ke atas. Bahkan, program dengan melibatkan Kepala Daerah ini dapat mempercepat hingga 5–10 persen pertumbuhan indeks literasi keuangan syariah dalam 10 tahun ke depan,” tuturnya kepada Bisnis, Jumat (7/4/2023).
Dia menjelaskan pertumbuhan yang lambat tetapi pasti ditengarai oleh pemahaman masyarakat selama ini masyarakat lebih banyak mempelajari syariah dalam aspek ibadah, sedangkan aspek bisnis jarang tersentuh dan ditekankan oleh pihak terkait.
“Apalagi, memang di sekolah untuk pelajaran ekonomi dan keuangan syariah masih belum merata untuk diajarkan kepada pelajar sehingga ilmu ini masih awam,” katanya.
Selain itu, dia melihat bahwa daya beli masyarakat saat ini masih terbatas mengingat kondisi ekonomi di tingkat global pun tengah dalam keadaan yang tak pasti sehingga untuk mengenali produk keuangan syariah tak dapat tumbuh terjal dengan instan, mengingat daya beli juga yang masih dalam tahap pemulihan pasca pandemi Covid-19.
Sepakat, Presiden Komisaris Prudential Syariah Bambang Brodjonegoro meyakini bahwa secara perlahan ekonomi dan keuangan syariah terus memperlihatkan tajinya, dimana program Pemerintah jadi salah satu akselerator yang membantu mewujudkannya.
Menurutnya, sejak spin-off pada tahun lalu, Prudential Syariah membukukan total aset sebesar Rp 6,7 triliun dan mencatatkan risk-based capital (RBC) Dana Tabarru sebesar 249 persen.
Bahkan, setelah setahun resmi menjadi entitas terpisah, dia melihat bahwa masyarakat kian tertarik dengan produk syariah, dimana perusahaan pun telah menempati posisi pertama sebagai perusahaan asuransi jiwa syariah dengan market share dana tabarru sebesar 39 persen, serta market share dari sisi aset sebesar 21 persen.
“Jumlah penduduk beragama Islam di Indonesia mencapai 87,2 persen dari total populasi pada 2021. Angka ini menandakan bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan sektor ekonomi Syariah,” pungkas Bambang.