Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bye Dolar AS! Gubernur BI dan Sri Mulyani Blak-blakan Dukung Dedolarisasi

Gubernur BI Perry Warjiyo dan Menkeu Sri Mulanyi membeberkan alasan aksi buang dolar AS lewat percepatan dedolarisasi.
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo di acara pembukaan 3rd FMCBG Meeting di Nusa Dua, Bali, Jumat (15/7/2022).
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo di acara pembukaan 3rd FMCBG Meeting di Nusa Dua, Bali, Jumat (15/7/2022).

Bisnis.com, JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka suara soal pengurangan penggunaan dolar Amerika Serikat (AS) atau yang disebut juga dedolarisasi.

Perry Warjiyo menyatakan bahwa BI akan mempercepat dan memperluas kerja sama dengan negara lainnya untuk mengurangi penggunaan dolar AS

“BI selalu sampaikan bahwa BI terus mempercepat dan memperluas kerja sama penggunaan local currency transaction [LCT],” katanya dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Senin (8/5/2023).

Untuk diketahui, BI telah menjalin kerja sama dengan Thailand, Malaysia, Jepang, Filipina, dan China. Terbaru, BI menggandeng Korea Selatan untuk kerja sama LCT tersebut dengan Negeri Ginseng tersebut.

Dia mengatakan LCT dengan Jepang juga sudah berjalan cepat, sebelumnya dengan China juga sudah berjalan cepat.

"Minggu lalu BI sudah menandatangani kerja sama LCT dengan Korea Selatan, sehingga ini mempercepat dan memperluas penggunaan local currency dalam memfasilitasi perdagangan dan investasi, serta sistem pembayaran,” jelas Perry.

Dia mengatakan dampak positif dari berkurangnya ketergantungan terhadap dolar AS atau yang dikenal dedolarisasi, akan semakin mendorong stabilitas nilai tukar mata uang, termasuk bagi rupiah.

Selain itu, transaksi perdagangan dan investasi, termasuk transaksi dalam sistem pembayaran, akan lebih efisien dan dengan biaya yang lebih murah.

“Tentu biaya transaksi lebih murah dan risiko nilai tukar  juga lebih rendah, yang dulunya harus dikonversikan ke dolar AS, dolar AS ke local currency, sekarang tidak melalui dolar AS agi. Itu yang terus dilakukan dan ini juga dilakukan ke berbagai negara,” katanya.

Perry menambahkan, saat ini memang sebagian besar negara di dunia masih menggunakan dolar AS dalam transaksi perdagangan dan investasi.

Namun demikian, imbuhnya, berdasarkan data Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF), penggunaan dolar AS dalam transaksi perdagangan yang tadinya dengan porsi mencapai 70 persen, tercatat turun dan saat ini mendekati 50 persen.

ini yang kita sebut diversifikasi currency yang semakin mendukung stabilitas moneter, nilai tukar, dan juga stabilitas sistem keuangan global.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa fenomena dedolarisasi merupakan peralihan yang cukup fundamental.

Banyak negara di dunia mencoba untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar guna mengurangi berbagai risiko, terutama risiko terhadap nilai tukar mata uang.

“Seperti diketahui tentu kalau di dalam sektor keuangan, kerawanan bisa muncul kalau majority mismatch, jadi jatuh tempo tidak cocok, likuiditas, atau juga masalah exchange rate, atau dalam hal ini currency mismatch,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper