Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Krisis Bank AS Belum Usai, Ekonom Beberkan Kondisi Perbankan Indonesia

Ekonom memberikan penjelasan kondisi perbankan Indonesia di tengah krisis sektor perbankan di Amerika Serikat.
Ilustrasi bank. /Freepik
Ilustrasi bank. /Freepik

Bisnis.com, JAKARTA – Guncangan industri perbankan di Amerika Serikat terjadi sejak kuartal I/2023. Terbaru, kebangkrutan bank melanda bank regional AS First Republic Bank. Simpanan nasabahnya anjlok lebih dari US$100 miliar setara Rp1.492 triliun pada kuartal I/2023.

Sebelumnya, Silicon Valley Bank (SVB) di AS dilaporkan bangkrut usai gagal mengumpulkan dana tambahan sebesar US$2,25 miliar dalam 48 jam. Regulator bank AS juga telah mengumumkan penutupan Signature Bank.

Tidak hanya di AS, sentimen negatif merembet ke pasar Eropa setelah Credit Suisse mengalami gejolak. Bank Sentral Swiss bahkan memberikan bantuan likuiditas kepada Credit Suisse Group AG setelah sahamnya anjlok.

Kemudian, saham Deutsche Bank (DB) sempat merosot setelah kontrak yang dirancang untuk memastikan setiap default utang melonjak. Hal ini pun membawa kekhawatiran di pasar Eropa karena Deutsche Bank merupakan pemberi pinjaman terbesar kedua di kawasan.

Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan krisis perbankan di AS memang belum usai. Ada bank yang kembali mengalami kegagalan akibat tekanan di harga saham dan kapitalisasi pasarnya. Kejadian bank-bank itu juga memicu kekhawatiran pengetatan resesi di AS. 

Namun, menurutnya dampaknya ke perbankan di Indonesia masih tetap minim. Eksposur bank-bank di Indonesia terhadap bank-bank bermasalah itu juga sangat minim.

Selain itu, dilihat dari berbagai indikator kesehatan perbankan, bank-bank di Indonesia cukup resilien. "Ada sentimen kalau ini terjadi terus, ada gangguan pada likuiditas. Maka dari itu penting agar bank jaga likuiditasnya," katanya dalam presentasi Macroeconomic Outlook pada Selasa (9/5/2023).

Dari sisi likuiditas, berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Maret 2023 rasio-rasio likuditas pada level yang memadai.

Rasio alat likuid/non-core deposit (AL/NCD) dan alat likuid/dana pihak ketiga (AL/DPK) masing-masing sebesar 128,87 persen dan 28,91 persen. Dua indikator ini berada jauh di atas ambang batas ketentuan masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.

Head of Macroeconomic & Financial Market Research Bank Mandiri Dian Ayu Yustina mengatakan indikator lainnya juga masih dalam kondisi yang stabil. "Pertumbuhan kredit sehat terakselerasi, deposito memang agak melambat, likuiditas jadi melambat sebagai konsekuensi," katanya.

Dari sisi kualitas aset, rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) mencatatkan tren yang cenderung terus menurun. Pada Maret 2023, NPL gross perbankan mencapai 2,49 persen, turun 9 basis poin (bps) dibandingkan bulan sebelumnya dan turun 50 bps secara tahunan (year on year/yoy).

Begitu juga dengan NPL net perbankan yang mencapai 0,72 persen pada Maret 2023, turun 3 bps dibandingkan Februari 2023 dan menyusut 12 bps dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Risiko atas kredit (loan at risk/LAR) perbankan juga mencatatkan penurunan menjadi 13,94 persen pada Maret 2023, dibandingkan 14,51 persen pada bulan sebelumnya. Sementara dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, LAR perbankan turun 485 bps.

Dari sisi permodalan, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan ada di level 24,69 persen per Maret 2023. "Jadi dari sisi perbankan, kita lihat situasi perbankan yang masih sehat," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper