Bisnis.com, JAKARTA - Empat bank terbesar RI terpantau kompak mencatatkan penurunan kredit dan pembiayaan berisiko hingga kuartal I/2023 yang tercermin dalam rasio loan at risk (LAR).
PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) misalnya, melaporkan posisi kredit berisiko (LAR) berhasil ditekan susut 430 basis poin (bps) secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi 9,5 persen. Pada periode Maret 2022 posisi kredit berisiko tinggi BBCA mencapai 13,8 persen.
Executive Vice President (EVP) Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengatakan penurunan kredit berisiko tersebut seiring dengan kembali meningkatnya kemampuan debitur menyelesaikan pembayaran usai Pandemi Covid-19 melanda.
"Secara keseluruhan, hingga Maret 2023, outstanding restrukturisasi kredit BCA terus mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya seiring dengan pemulihan ekonomi. Dari total jumlah restrukturisasi kredit saat ini, didominasi oleh kategori lancar," jelasnya memberi gambaran lebih luas kepada Bisnis, dikutip Senin (22/5/2023).
Adapun, rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) bank tercatat terus mengecil menjadi 1,8 persen pada kuartal I/2023, turun dari 2,3 persen pada tahun sebelumnya.
Secara sektoral, BCA mencatat bahwa jenis usaha yang menjadi penyumbang terbesar NPL terjadi pada portofolio kredit sektor manufaktur.
Selanjutnya, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) menyampaikan bahwa posisi kredit berisiko perseroan berada di level optimal sebesar 8,95 persen, susut 205 bps secara tahunan.
Corporate Secretary BMRI Rudi As Atturridha mengungkapkan bahwa posisi tersebut berada dalam tren yang terus melandai. "Lewat optimalisasi aset dan mitigasi risiko yang memadai, Bank Mandiri juga telah mampu menjaga posisi non performing loan (NPL) ke level terendah dalam beberapa tahun terakhir di posisi 1, persen secara bank only di akhir Maret 2023," ujarnya.
Sedangkan, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) juga turut menyampaikan komitmennya dalam meningkatkan kualitas kredit, termasuk dalam menekan nilai kredit berisiko atau berkualitas renda (LAR).
"Pada pertengahan kuartal semeter pertama tahun ini, LAR masih menunjukkan konsistensi penurunan yang sangat baik," ujar Okki kepada Bisnis.
Adapun sebelumnya, sepanjang 2022 lalu posisi LAR BBNI tercatat berada di level 16 persen, turun dari posisi pada periode yang sama di tahun sebelumnya yakni 23 persen.
Okki menambahkan, adapun rasio LAR BNI terbesar saat ini terdapat di sektor seperti Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum, Real Estate serta Konstruksi.
Kemudian, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) juga melaporkan hal serupa. rasio kredit berisiko perseroan hingga akhir Maret 2023 tercatat sebesar 16,89 persen, turun 22 basis poin dibandingkan dengan posisi Desember 2022.
Direktur Utama BRI Sunarso menyebut pihaknya akan berkomitmen untuk terus melakukan manajemen risiko yang kuat guna menjaga kualitas aset perseroan.
"Alhamdulillah rasio kredit berisiko (loan at risk/LAR) kita terus menurun dari tahun 2020 LAR kita 28 persen sekarang sudah turun menjadi 16,4 persen," ujarnya.
Sementara itu, BRI menyebut bahwa pihaknya telah menyiapkan pencadangan apabila LAR jatuh menjadi kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) mencapai 49,2 persen.
"Padahal sebenarnya secara historical LAR yang benar-banar jatuh menjadi NPL besarannya tidak lebih dari 10 persen. Kita sudah cadangakan 4 hingga 5 kali dari potensi terjadinya NPL. Artinya bantalan kita cukup kuat dan aman apabila terjadi pemburukan kualitas kredit," pungkasnya.
Siasat Bank Tekan Rasio Kredit Berkualitas Rendah
Guna memastikan kualitas kredit terus berada pada level terjaga, bank turut menyiapkan sejumlah strategi.
BCA menyampaikan bahwa pihaknya memastikan kecukupan pencadangan kredit pada setiap sektor. Pencadangan NPL dan LAR tercatat memadai, yaitu masing-masing sebesar 285,4 persen dan 57,9 persen. "Ditopang oleh prospek pertumbuhan ekonomi yang positif dan likuiditas yang solid, BCA tetap optimis dalam penyaluran kredit dengan mempertimbangkan prinsip kehati-hatian, sehingga kualitas pinjaman tetap terjaga," pungkas Hera.
Sementara itu, dalam menjaga kualitas aset, Bank Mandiri juga menuturkan telah menerapkan strategi mitigasi dan diversifikasi risiko.
"Saat ini, Bank Mandiri telah memiliki tools atau langkah strategis berupa Loan Portofolio Guideline yang terdiri dari Industry Class, Industry Acceptance Criteria dan Industry Limit," jelas Rudi.
Adapun, Industry Class digunakan pada proses front end kredit untuk dapat menyeleksi sektor-sektor yang prospektif, sedangkan Industry Acceptance Citeria digunakan untuk menyeleksi winner player di suatu sektor.
"Untuk memitigasi risiko kosentrasi sektoral, Bank Mandiri juga telah menetapkan batasan eksposur sektoral melalui Industry Limit yang dimonitor secara berkala," tambah Rudi.
Senada, BNI juga turut menetapkan Loan Portfolio Guideline sebagai panduan arah ekspansi bisnis perseroan. Antara lain melalui penetapan Credit Risk Appetite, Industry Risk Appetite (IRA) sebagai guideline ekspansi sektor industri berdasarkan risiko per sektor Industri dan preferensi sektor prioritas unit bisnis.
Kemudian, BBNI juga menerapkan Risk Acceptance Criteria sebagai panduan dalam melakukan analisis calon debitur berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan per sektor ekonomi.
"Dalam menjaga konsentrasi risiko kredit per sektor ekonomi serta mengatur diversifikasi kreditnya BNI telah memiliki Loan Exposure Limit, yang mengatur batas konsentrasi pinjaman per sektor ekonomi di masing-masing segmen bisnis sebagai upaya penyebaran risiko," jelas Okki.
Tak ketinggalan, Corporate Secretary BRI Aestika Oryza Gunarto juga menyampaikan bahwa BBRI aktif melakukan penelaahan atas kondisi debitur high risk di setiap segmen sebagai upaya perseroan dalam menjaga kualitas kredit.
Di samping itu, manajemen BBRI juga menyampaikan bahwa pihaknya turut melakukan pengawasan terhadap portofolio debitur restrukturisasi COVID-19, penelaahan kualitas dan portofolio aktiva produktif.
"Selain itu, strategi BRI adalah dengan bertumbuh secara selektif dan menyusun loan portofolio guidelines, melakukan pemantauan kualitas kredit secara intensif, baik on site maupun off site serta mempertahankan coverage ratio yang tinggi," tutup Aestika.