Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) telah merilis data perkembangan indikator stabilitas rupiah untuk periode 22-26 Mei 2023, yang mengacu pada nilai tukar Rupiah dan inflasi.
Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menyampaikan laporan terkait perkembangan nilai tukar rupiah yang per Kamis, (25/5/2023), ditutup di level (bid) Rp14.945 per dolar AS, kemudian dibuka pada level (bid) Rp14.950 per dolar AS pada Jumat, 26 Mei 2023.
Yield Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun pada Kamis juga naik secara stabil di level 6,41 persen dan naik tipis pada esok harinya menjadi 6,42 persen.
Sementara yield UST (US Treasury) Note[2] 10 tahun naik ke level 3,817 persen pada Kamis.
Untuk indikator aliran modal asing pada minggu keempat Mei 2023, premi CDS (credit default swaps) Indonesia 5 tahun tercatat turun ke level 89,57 bps per Kamis (25/5/2023) dari 90,13 bps per 19 Mei 2023.
Berdasarkan data transaksi 22 - 25 Mei 2023, nonresiden di pasar keuangan domestik beli neto Rp0,97 triliun terdiri dari jual neto Rp0,76 triliun di pasar SBN dan beli neto Rp1,74 triliun di pasar saham.
Baca Juga
Adapun, sepanjang 2023, berdasarkan data setelmen sampai dengan 25 Mei 2023, nonresiden beli neto Rp68,66 triliun di pasar SBN dan beli neto Rp15,53 triliun di pasar saham.
Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut.
Sementara itu, stabilitas nilai tukar rupiah menjadi tantangan di tengah ketidakpastian global yang memberikan tekanan pada seluruh mata uang di dunia.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan saat ini BI terus fokus memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah, terutama adanya isu debt ceiling di AS.
Perry mengatakan, kebijakan penguatan stabilitas nilai tukar rupiah akan ditempuh dengan strategi triple intervention, yaitu intervensi melalui Domestic Non-Delivery Forward (DNDF), pasar spot, dan pasar sekunder, juga melalui strategi twist operation.
“BI kan memiliki Rp1.400 triliun SBN, yang jangka pendek kami jual. Dengan jual yang jangka pendek, yield SBN naik, tanpa harus menyebabkan yield jangka panjang naik. Dengan yield jangka panjang naik, inflow masuk dan akan mendukung stabilisasi nilai tukar rupiah,” kata Perry, Kamis (25/5/2023).