Bisnis.com, JAKARTA - Seiring dengan pemulihan ekonomi usai pandemi Covid-19, restrukturisasi kredit juga turut menyusut.
Terbaru, OJK mencatat restrukturisasi kredit perbankan pada April 2023 senilai Rp386 triliun. Nilai ini jauh menyusut dibandingkan dengan puncak restrukturisasi yang hampir menyentuh Rp1.000 triliun.
Pada akhir Desember 2020, program restrukturisasi kredit perbankan tercatat senilai Rp971 triliun yang diberikan kepada 7,6 juta debitur atau sekitar 18 persen dari total kredit perbankan. Sebagaimana diketahui, program restrukturisasi kredit Covid-19 diluncurkan pada 16 Maret 2020.
Adapun, dalam agenda Rapat Kerja Komisi XI DPR RI bersama dengan Menteri Keuangan, Menteri PPN, Gubernur BI, dan Ketua DK OJK pada Senin (5/6/2023), Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menjelaskan perkembangan restrukturisasi kredit terkini.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menuturkan bahwa angka tersebut bahkan turun mencapai Rp83,15 triliun dibandingkan dengan posisi sisa kredit restrukturisasi periode Desember 2022.
"Kredit restrukturisasi Covid-19 pada April 2023 terus mencatatkan penurunan menjadi Rp386 triliun dari sebelumnya pada Desember 2022 senilai Rp469,15 triliun," ujarnya
Seiring dengan hal tersebut, jumlah nasabah restrukturisasi Covid-19 juga terus mengalami penurunan menjadi 1,74 juta nasabah dari posisi pada Desember tercatat sebanyak 2,27 juta nasabah.
Dari sisi risiko kredit, hingga april 2023 rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) secara gross industri perbankan berada pada level terjaga 2,53 persen, sedangkan NPL net berada pada level 0,78 persen.
"Sementara untuk risiko pasar, posisi devisa neto [PDN] tercatat sebesar 1,6 persen jauh di bawah threshold 20 persen," tambahnya.
Selain itu, Mahendra juga menyoroti posisi permodalan industri perbankan RI hingga April 2023 berada pada level solid. Hal tersebut tercermin dari rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan berada di level 24,57 persen.