Bisnis.com, JAKARTA — Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) atau Pelni menyerahkan kepada internal manajemen Dana Pensiunan Pelni terhadap arah ke depan nasib investasi di PT Asuransi Purna Artanugraha (Aspan).
Dana Pensiun Pelni diketahui memiliki saham sebesar 12,23 persen di perusahaan asuransi yang pekan lalu dijatuhi sanksi pembatasan kegiatan usaha (PKU) oleh OJK tersebut.
“PT Pelni tidak memiliki saham di PT Aspan, terkait kepemilikan saham dapen baik di PT Aspan maupun di perusahaan lain. Itu [investasi] menjadi aksi korporasi dari dapen sendiri,” kata Corporate Secretary Pelni, Opik Taufik kepada Bisnis, Selasa (20/6/2023).
Oleh sebab itu, lanjut Opik, pihaknya menyerahkan kembali ke dapen atas aksi korporasi sepanjang dilakukan dengan berpedoman kepada ketentuan yang berlaku. Dia juga menjelaskan saat ini Pelni tidak memiliki kerjasama dengan Aspan.
Opik menyebutkan, pihaknya memang memiliki Nota Kesepahaman (MoU) dengan Aspan yang ditandatangani pada bulan September 2022 tentang Penutupan Asuransi. Namun tindak lanjut atas MoU tersebut yang seyogyanya tertuang dalam sebuah Perjanjian Kerja Sama (PKS) sampai hari ini belum dilaksanakan.
Aspan berdiri dilatarbelakangi oleh keinginan dari Yayasan Kesehatan Pensiunan PELNI (YKPP) dan Dana Pensiunan PELNI (DPP) untuk dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan anggota dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat.
Baca Juga
Keinginan tersebut pun disambut baik oleh manajemen Pelni, sehingga kemudian didirikanlah Aspan pada 1991. Aspan mulai beroperasi pada 1992 setelah mendapat ijin resmi dari Departemen Keuangan.
Saat ini, komposisi kepemilikan saham Asuransi ASPAN dimiliki oleh PT Jaya Kapital Indonesia (JKI) sebesar 60 persen, Yayasan Kesehatan Pensiunan (YKPP) sebesar 27,77 persen, dan Dana Pensiunan PELNI (DPP) sebesar 12,23 persen.
Kegiatan usaha Asuransi Aspan pada mulanya menangani segmen bisnis Marine Hull dan Personal Accident penumpang kapal Pelni. Seiring dengan berjalannya waktu, Aspan kemudian berkembang sesuai dengan portofolio usaha seperti sekarang ini.
Sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha bagi Aspan
Seperti yang diberitakan Bisnis sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjatuhkan sanksi pembatasan kegiatan usaha (PKU) kepada Aspan melalui surat bernomor S-42/NB.1/2023 pada 16 Juni 2023.
Melalui hasil monitoring, Aspan belum dapat mengatasi penyebab dikenakannya sanksi peringatan ketiga terkait pelanggaran ketentuan minimum Risk Based Capital (RBC).
OJK menilai Aspan melanggar ketentuan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi (POJK 71/2016) dan perubahan terakhir Peraturan OJK nomor 5 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan OJK nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi (POJK 5 Tahun 2023 jo POJK 71/2016), yang mengatur bahwa perusahaan asuransi setiap saat wajib memenuhi Tingkat Solvabilitas paling rendah 100 persen dari Modal Minimum Berbasis Risiko.
Perusahaan juga belum memenuhi ketentuan Pasal 25 ayat (1) POJK 5 Tahun 2023 jo POJK 71/2016, yang mengatur bahwa Perusahaan wajib memiliki Aset Yang Diperkenankan dalam bentuk investasi ditambah Aset Yang Diperkenankan dalam bentuk bukan investasi berupa kas dan bank paling sedikit sebesar jumlah cadangan teknis retensi sendiri, ditambah Liabilitas pembayaran klaim retensi sendiri, dan Liabilitas lain kepada pemegang polis atau tertanggung.
Dalam sistem OJK, laporan keuangan triwulanan I/2023 asuransi Aspan yang disampaikan melalui Sistem Informasi Pelaporan Elektronik (ereporting), nilai Ekuitas Perusahaan pada laporan keuangan triwulanan I tahun 2023 tercatat sebesar Rp13,95 miliar.
Dengan demikian, Perusahaan melanggar ketentuan Pasal 33 POJK 5 Tahun 2023 jo POJK 71/2016, yang mengatur bahwa Perusahaan wajib memiliki ekuitas minimum sebesar Rp100 miliar.
Atas kondisi ini, OJK mengenakan sanksi PKU untuk seluruh kegiatan usaha dengan jangka waktu tiga bulan terhitung dari tanggal surat diterbitkan.
Apabila dalam jangka waktu tiga bulan sejak tanggal surat ini Perusahaan belum mengatasi penyebab dikenakannya sanksi PKU, maka kepada perusahaan dapat dikenakan sanksi berikutnya sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.