Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) mengungkapkan terdapat tiga faktor yang menentukan kapan implementasi redenominasi rupiah dapat mulai berjalan di Indonesia. Apa saja?
Gubernur BI Perry Warjiyo mengaku Indonesia telah melakukan sederet persiapan untuk menghilangkan tiga nol dalam rupiah saat ini, yaitu dari Rp1.000 menjadi Rp1.
“Jadi, redenominasi sudah kami siapkan dari dulu, mulai dari masalah desain dan tahapan-tahapannya. Itu sudah kami siapkan dari dulu secara operasional dan bagaimana tahapan-tahapannya,” kata Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Kamis (22/6/2023).
Pertama, kondisi makro ekonomi Indonesia harus dalam situasi baik. Kedua, stabilitas moneter dan sistem keuangan di dalam negeri terjaga.
Ketiga, redenominasi akan diterapkan bila situasi sosial-politik nasional yang kondusif. Menurutnya, ekonomi Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang bagus.
Namun, BI menilai penerapan redenominasi membutuhkan ketepatan momentum sambil tetap memerhatikan kondisi perekonomian global yang kini sedang melambat.
Baca Juga
“Demikian juga stabilitas sistem keuangan kita bagus stabil, tetapi ketidakpastian global masih ada, sabar, dan kalau kondisi sosial politiknya tentu pemerintah lebih tahu,” tutur Perry.
Sebagai informasi, rencana redenominasi rupiah telah dibahas sejak periode 2009-2013 yang kala itu Darmin Nasution menjabat sebagai Gubernur BI.
Bahkan, wacana ini sempat mencuat pada 2020 setelah Kementerian Keuangan membuat Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Harga Rupiah sebagai salah satu fokus perhatian pada periode 2020-2024.
Hal tersebut tertuang dalam PMK No.77/PMK.01/2020 terkait rencana strategis Kementerian Keuangan 2020-2024.
Redenominasi merupakan proses penyederhanaan penyebutan mata uang rupiah. Dalam kajian sebelumnya, redenominasi akan menghilangkan 3 nol dalam nominal mata uang saat ini, tetapi tidak akan mengurangi nilainya.