Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 317 Tahun 2023 terkait dengan subsidi bunga/subsidi marjin kredit usaha rakyat (KUR). Salah satu ketentuannya menetapkan besaran subsidi bunga/subsidi margin untuk KUR super mikro sebesar 15 persen.
Skema KUR super mikro tersebut penyalurannya dioptimalkan kepada pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) serta ibu rumah tangga yang menjalankan usaha produktif.
Sementara pada KUR penempatan pekerja migran Indonesia, Sri Mulyani menetapkan besaran subsidi 13,5 persen. Lalu, KUR khusus disesuaikan berdasarkan nilai akad kredit/pembiayaannya.
Kemudian, KUR khusus untuk akad kredit/pembiayaan dengan nilai Rp100 juta sampai dengan Rp500 juta disubsidi 5,5 persen. Selain itu, untuk KUR mikro dan KUR kecil besaran subsidi disesuaikan sesuai urutan akad kreditnya. Untuk KUR mikro akad pertama disubsidi 10 persen, akad kedua 9 persen, akad ketiga 8 persen, dan akad keempat 7 persen.
Lalu, KUR kecil akad pertama 5,5 persen, akad kedua 4,5 persen, akad ketiga 3,5 persen, dan akad keempat 2,5 persen. Sri Mulyani telah menetapkan aturan itu pada 1 September 2023.
Aturan baru itu kemudian mengganti aturan sebelumnya terkait besaran subsidi bunga/margin KUR yakni KMK Nomor 91 Tahun 2022, KMK Nomor 96 Tahun 2021, KMK Nomor 436 Tahun 2020, dan KMK Nomor 372 Tahun 2017.
"Ketentuan mengenai besaran subsidi bunga/subsidi margin KUR sebagaimana dimaksud, berlaku untuk penyaluran KUR yang akad kredit/pembiayaannya ditandatangani mulai tanggal 27 Januari 2023," demikian dalam beleid tersebut dikutip Bisnis pada Senin (4/9/2023).
Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan mengatakan dari sisi bank sebenarnya terlihat tidak terlalu banyak pengaruh. Lebih lanjut, menurutnya pembatasan tertentu sesuai kriteria nasabah yang berhak mendapat kredit KUR justru membuat ceruk pasar semakin sempit.
“Di samping itu dari sisi bunga akan sedikit meningkatkan risiko kredit, karena adanya peningkatan persentase bunga yang menjadi beban debitur. Lalu, dari sisi permintaan cenderung tidak banyak perubahan dari sebelumnya,” ujarnya pada Bisnis, Senin (4/9/2023).
Pada kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah mengatakan aturan ini sendiri tidak serta merta menunjukkan permintaan bagi kredit bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), terutama dalam kategori kredit mikro.
Pasalnya, mayoritas penerima kredit KUR adalah mereka yang sebelumnya sudah mendapatkan kredit dari bank, sedangkan yang tidak bisa mendapatkan kredit dari bank sebelumnya masih sulit mendapatkan kredit KUR.
“Jadi, lebih kalau saya melihatnya ini kredit KUR akan dimanfaatkan oleh bank, tapi tidak dimanfaatkan oleh usaha mikro kecil,” ungkapnya.
Baginya, meningkatnya subsidi untuk KUR hanya menguntungkan bank dan nasabah yang sudah dapat KUR, karena bank mendapatkan subsidi dan nasabahnya mendapatkan bunga yang lebih rendah.
“Walaupun pemerintah sudah meningkatkan biaya subsidi, akan tetapi meningkatkan aksesnya usaha mikro kecil lewat subsidi, itu tidak terjadi lompatan. Hal itu karena bank masih akan tetap selektif dan memberikan nasabah terpilih, tapi tidak berupaya menjangkau nasabah yang berisiko,” katanya.
Piter pun mengungkapkan yang dibutuhkan dalam jangka panjang adalah mengatasi masalah kredit yang terlalu mahal dengan memberikan subsidi dan menurunkan suku bunga kredit secara keseluruhan, sehingga manfaatnya bisa dinikmati oleh lebih banyak kalangan.