Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bakal mengatur batasan manfaat ekonomi atau bunga pinjaman online (pinjol) atau fintech peer-to-peer lending. Pasalnya, sampai saat ini besaran bunga dan biaya lainnya belum diatur oleh regulator.
Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Edi Setijawan menjelaskan bahwa biaya tersebut saat ini diatur sepenuhnya oleh penyelenggara, tetapi masih berada dalam standar yang ditetapkan oleh asosiasi.
“OJK sedang melakukan penyusunan peraturan turunan yang antara lain mengatur mengenai besaran manfaat ekonomi,” kata Edi kepada Bisnis, Senin (25/9/2023).
Edi mengatakan nantinya seluruh penyelenggara Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi (LPBBTI) wajib tunduk kepada manfaat ekonomi yang ditetapkan oleh OJK.
Namun, sampai dengan adanya penetapan batasan manfaat ekonomi oleh OJK, ketentuan masih mengacu pada Code of Conduct Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
Adapun, ketentuan tersebut antara lain jumlah total bunga dan biaya pinjaman serta biaya-biaya apapun lainnya, selain biaya keterlambatan maksimal suku bunga flat 0,4 persen per hari, yang dihitung dari pokok pinjaman.
Baca Juga
Kemudian, penetapan total tingkat biaya keterlambatan maksimum 0,8 per hari. Sementara tenor pinjaman untuk saat ini mencapai 24 bulan. Selain itu, total bunga, biaya pinjaman dan seluruh biaya-biaya lainnya, beserta biaya keterlambatan maksimum 100 persen dari nilai prinsipal pinjaman.
Mengacu pada Pasal 29 POJK Nomor 10 Tahun 2022 menyebutkan bahwa penyelenggara wajib memenuhi ketentuan:
- Batas maksimum manfaat ekonomi pendanaan dalam memfasilitasi pendanaan.
- Batas maksimum manfaat ekonomi Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan
- Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberi dana dan penerima dana ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Asuransi Bikin Mahal Biaya Layanan?
OJK juga menanggapi pernyataan Direktur Utama PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami) Bernardino Moningka Vega yang mengungkap bahwa biaya layanan pada platformnya tinggi lantaran biaya asuransi.
Berdasarkan POJK Nomor 10 Tahun 2022, Pasal 35 ayat (3) mengatur bahwa penyelenggara wajib memfasilitasi mitigasi risiko bagi Pengguna dan Pasal 35 ayat (4) huruf d mengatur bahwa kegiatan memfasilitasi mitigasi risiko bagi Pengguna sebagaimana dimaksud yaitu memfasilitasi pengalihan risiko pendanaan.
Dalam hal ini, Edi menjelaskan bahwa penyelenggara wajib melakukan kerja sama dengan perusahaan perasuransian atau penjaminan dalam rangka memfasilitasi risiko pendanaan bagi pengguna.
Namun demikian, dia mengatakan bahwa penyelenggara hanya menyediakan fasilitas asuransi/penjaminan melalui kerja sama tersebut.
“Pembelian asuransi/penjaminan bersifat opsional dan tidak wajib melekat pada produk yang ditawarkan pada P2P lending,” kata Edi.
Sebelumnya beredar tangkapan layar yang memperlihatkan rincian biaya pinjaman yang diduga nasabah pinjol AdaKami. Dari rincian tersebut warganet memiliki jumlah pinjaman Rp3,7 juta dengan tenor 9 bulan.
Adapun, biaya yang harus dibayar mencapai Rp7,46 juta atau lebih dari 100 persen pokok pinjamannya. Dengan rincian pinjaman pokok Rp3,7 juta, biaya layanan Rp3,42 juta, bunga Rp187.460 dan PPN Rp159.178.
Bisnis juga mencoba menghitung biaya pinjaman yang harus dibayarkan apabila memiliki utang pada P2P Lending yakni Rp3,7 juta dengan tenor 9 bulan. Biaya pinjaman dihitung berdasarkan standar 0,4 persen per hari.
Berdasarkan acuan tersebut, biaya pinjaman per hari mencapai Rp14.800. Perinciannya 0,4 persen dikali pokok pinjaman Rp3,7 juta. Sehingga dengan ketentuan ini, biaya bunga serta biaya lainnya yang diatur AFPI yakni menjadi maksimal Rp3,99 juta untuk tenor 9 bulan.