Bisnis.com, JAKARTA— Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) turut menanggapi rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengatur bunga fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol).
Sekretaris Jenderal AFPI Sunu Widyatmoko mengatakan bahwa pihaknya terus berdiskusi dengan regulator terkait dengan manfaat ekonomi tersebut.
“Dari kami ada satgas manfaat ekonomi yang secara aktif berdiskusi dengan OJK dan telah diadakan FGD untuk membahas masukan-masukan dari industri,” kata Sunu kepada Bisnis, Selasa (26/9/2023).
Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Edi Setijawan mengungkap regulator akan mengatur bunga fintech P2P lending. Hal tersebut sedang dalam tahap penyusuan peraturan turunan.
“OJK sedang melakukan penyusunan peraturan turunan yang antara lain mengatur mengenai besaran manfaat ekonomi,” kata Edi kepada Bisnis, Senin (25/9/2023).
Adapun mengacu pada Pasal 29 POJK Nomor 10 Tahun 2022 menyebutkan bahwa penyelenggara wajib memenuhi ketentuan antara lain:
1. Batas maksimum manfaat ekonomi pendanaan dalam memfasilitasi pendanaan.
2. Batas maksimum manfaat ekonomi pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh OJK.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberi dana dan penerima dana ditetapkan oleh OJK.
Namun hingga kini belum ada aturan turunan yang mengatur besaran bunganya. Edi menyebut nantinya seluruh penyelenggara Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi (LPBBTI) wajib tunduk kepada manfaat ekonomi yang ditetapkan oleh OJK.
Sampai dengan adanya penetapan batasan manfaat ekonomi oleh OJK, ketentuan masih mengacu pada Code of Conduct AFPI. Adapun ketentuan tersebut antara lain jumlah total bunga dan biaya pinjaman serta biaya-biaya apapun lainnya, selain biaya keterlambatan maksimal suku bunga flat 0,4 persen per hari, yang dihitung dari pokok pinjaman.
Kemudian penetapan total tingkat biaya keterlambatan maksimum 0,8 per hari. Sementara tenor pinjaman untuk saat ini mencapai 24 bulan.
Selain itu, total bunga, biaya pinjaman dan seluruh biaya-biaya lainnya, beserta biaya keterlambatan maksimum 100 persen dari nilai prinsipal pinjaman.