Bisnis.com, JAKARTA –Industri leasing tetap optimitis pembiayaan on track mengalami peningkatan meski di tengah keniakan suku bunga acuan ke level 6%. Sejumlah strategi disiapkan untuk mengantisipasi keputusan Bank Indonesia dan menjelang tahun politik.
Berita bertajuk Utak-Atik Industri Leasing Hadapi Era Suku Bunga Level 6% menjadi salah satu pilihan redaksi BisnisIndonesia.id.
Selain itu, sejumlah berita menarik lainnya turut tersaji dari meja redaksi Bisnisindonesia.id.
Berikut ini sorotan utama Bisnisindonesia.id, Senin (23/10/2023):
1. Utak-Atik Industri Leasing Hadapi Era Suku Bunga Level 6%
Industri leasing tetap optimitis pembiayaan on track mengalami peningkatan meski di tengah keniakan suku bunga acuan ke level 6%. Sejumlah strategi disiapkan untuk mengantisipasi keputusan Bank Indonesia dan menjelang tahun politik.
Emiten leasing PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk. (ADMF) atau Adira Finance optimistis dapat mencapai target yang dirumuskan hingga akhir tahun, meski bank sentral telah mengerek suku bunga acuan menjadi 6%.
Perlu diketahui, Bank Indonesia (BI) resmi menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6%. Kenaikan ini merupakan yang pertama kali usai BI menahan suku bunga acuan di level 5,75% selama 8 bulan terakhir.
Chief Financial Officer (CFO) Adira Finance Sylvanus Gani Mendrofa mengatakan, emiten bersandi saham ADMF menargetkan pertumbuhan mampu tumbuh hingga 20% di tahun ini.“Dengan beberapa dinamika kondisi makro ekonomi, termasuk penyesuaian kenaikan BI Rate, tidak akan membuat kami mengoreksi target tersebut,” kata Gani kepada Bisnis, Minggu (22/10/2023).
2. Imbas Kenaikan Bunga BI pada Beban Cicilan Kredit Konsumtif
Naiknya tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia ke level 6% bakal berimbas pada kenaikan bunga kredit konsumsi perbankan, menjadikan fasilitas ini berpotensi kehilangan daya tariknya di mata nasabah konsumen.
Kenaikan suku bunga acuan menjadikan beban cicilan kredit konsumsi seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) hingga Kredit Tanpa Agunan (KTA) bakal membengkak, terutama bagi fasilitas baru.
Peneliti Lembaga ESED dan Praktisi Perbankan BUMN, Chandra Bagus Sulistyo, mengatakan bahwa perbankan memang bakal mengikuti suku bunga acuan yang ditetapkan oleh BI sebagai patokan atau base line dalam menentukan tingkat bunga kredit yang diberikan kepada masyarakat.
“Sehingga, yang terjadi, adalah biaya kredit menjadi mahal dan masyarakat akan merasa kesulitan, karena beban bertambah untuk pembiayaan angsuran tersebut,” ujarnya pada Bisnis, Jumat (20/10/2023).
3. Nasib Likuiditas Bank Kecil Kala Bunga Acuan Makin Melejit
Bank-bank kecil kini punya pekerjaan rumah (PR) dalam mengelola likuiditasnya di tengah tren suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang menyentuh level 6% dan kenaikan nilai tukar dolar.
Sebagai informasi, BI-7 Day Repo Rate (BI7DRR) 25 basis poin ke level 6%, pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 18-19 Oktober 2023.
Kenaikan suku bunga ini merupakan yang pertama kali sejak BI menaikkan suku bunga ke level 5,75% pada Januari 2023 dan mempertahankan di level tersebut hingga September 2023.
PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) misalnya yang melaporkan dengan adanya kenaikan suku bunga acuan, bakal menjadi tantangan bagi Bank Oke.
4. Pilah-Pilah Sektor Saham Kala Efek Domino Tingginya Suku Bunga
Peningkatan suku bunga dinilai berefek negatif terhadap harga saham emiten-emiten rate sensitive. Bank Indonesia (BI) resmi menaikkan suku bunga acuan menjadi 6% dalam Rapat Dewan Gubernur BI pekan ini.
Dalam hal ini, Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Martha Christina menilai peningkatan suku bunga berimbas negatif terhadap beberapa sektor saham seperti teknologi, perbankan, properti, hingga otomotif.
“Dari sisi harga saham, kenaikannya jadi terbatas. Kecuali perusahaan membukukan kinerja yang outstanding di kuartal III/2023 mendatang,” kata Martha, dikutip Minggu (22/10/2023).
Dia menilai meskipun terjadi window dressing di akhir tahun, tetapi investor perlu mencermati arah kebijakan The Fed untuk tahun depan akan seperti apa. Apabila nada dari kebijakan The Fed masih Hawkish, maka investor bisa jadi lebih pesimis dengan adanya window dressing.
5. Prospek Cerah Ekonomi Asia di Ambang Era Baru
Ekonomi negara-negara Asia diproyeksikan masih akan tetap memiliki kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi global di masa mendatang, meskipun bakal menghadapi periode sulit.
Dalam acara Asia Media Day yang diselenggarakan oleh McKinsey & Company, program sehari penuh di Seoul, Korea Selatan pada Kamis (19/10/2023), lembaga riset internasional ini mengungkapkan bahwa dalam beberapa dekade terakhir, Asia telah sukses memimpin pertumbuhan ekonomi global.
Namun, dengan kesuksesannya memainkan peran sebagai pusat dunia dengan populasi yang besar serta inovasi teknologi, kawasan ini kini menghadapi periode sulit ke depannya sehingga membutuhkan serangkaian strategi baru.