Bisnis.com, JAKARTA -- Rasio kredit bermasalah alias (nonperforming loan/NPL) perbankan secara keseluruhan terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Meski begitu, ancaman kredit bermasalah tetap menghantui perbankan pada tahun depan.
Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan mengatakan tren menanjaknya NPL pada 2024 perlu diwaspadai bila melihat perkembangan ekonomi dan suku bunga acuan yang belum ada tanda untuk turun.
“[Kenaikan NPL] bisa berlanjut sampai 2024 bila tidak ada perbaikan ekonomi terutama daya beli masyarakat,” ujarnya pada Bisnis, Rabu (27/12/2023).
Adapun, berdasarkan Statistik Perbankan OJK, data menunjukkan NPL bank umum secara industri per Oktober 2023 berada di level 2,42% atau sebesar Rp166,78 triliun. Capaian Oktober 2023 susut sebesar 30 basis poin dibanding periode tahun lalu yang menyentuh 2,72%.
Baca Juga : Sinyal Pertumbuhan Kredit Perbankan pada 2024 |
---|
Sementara itu, jika ditilik secara mendalam, NPL bank-bank yang tergabung dalam kategori KBMI I alias bank mini tercatat sebesar 2,45% per Oktober 2023 atau senilai Rp19,03 triliun, turun tipis dari bulan sebelumnya, yakni September sebesar 2,46%
Lalu, KBMI II sebesar 2,76%, di mana angka ini tidak berubah alias stagnan dari bulan sebelumnya. Sementara, lonjakan tipis secara bulanan justru dialami bank kelas dua dengan modal inti sebesar Rp14 triliun sampai dengan Rp 70 triliun. Tercatat, NPL KBMI III per Oktober 2023 sebesar 2,63%, naik 4 basis poin (bps) dari 2,59% dari September 2023.
Dalam periode yang sama, KBMI IV alias bank jumbo juga mencatatkan kenaikan NPL yang di level 2,23%, naik 6 bps secara bulanan, dibanding September 2023 yaitu 2,29%.
Sejumlah perbankan pun meracik strategi agar NPL tidak terus mengalami pembengkakan. Misalnya, PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) yang berusaha keras menjaga rasio kredit bermasalah agar tetap rendah.
Perseroan menargetkan rasio NPL tidak lebih tinggi dari 3% hingga akhir 2023. Tercatat, rasio NPL gross Bank Oke naik dari 2,67% pada September 2022 menjadi 3,51% pada September 2023. Begitu juga dengan NPL nett yang menanjak dari 1,82% ke level 2,42%.
Direktur Kepatuhan Bank Oke Efdinal Alamsyah mengatakan untuk menghindari terjadinya kenaikan NPL, bank bakal lebih selektif dalam memberikan kredit. Ke depannya bank akan terus menjaga prinsip kehati-hatian dalam proses underwriting kredit yang akan diberikan
“Saat ini, sejumlah sektor yang perlu diwaspadai oleh bank secara umum tentu saja sektor-sektor yang sensitif terhadap perubahan suku bunga,” ujarnya.
Sebelumnya, Efdinal memang menjelaskan bahwa sebagian besar peningkatan NPL ini disebabkan oleh nasabah Usaha Kecil Menengah (SME) yang terdampak oleh pandemi Covid-19.
Meskipun bank telah melakukan restrukturisasi kredit beberapa kali sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), usaha-usaha debitur tersebut masih tetap kesulitan dan tidak mampu pulih.
“Sampai akhirnya, usaha debitur tidak dapat pulih kembali dan debitur akhirnya juga sudah angkat tangan. Tapi, kami pun sudah melakukan pencadangan yang cukup untuk menutup kerugian yang mungkin terjadi,” ujarnya.
Di sisi lain, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) juga memproyeksikan rasio kredit bermasalah turun di bawah 3% pada 2024, salah satu strateginya dengan menjual aset kredit bermasalah.
Pada umumnya aset kredit bermasalah yang dijual BTN berupa apartemen atau hotel. BTN juga turut melakukan kesepakatan dengan IFG Life terkait pembayaran klaim-klaim tertunda sekitar Rp500 miliar yang ditargetkan rampung tahun ini.
Saat ini, BTN mencatatkan NPL gross di level 3,53% pada September 2023, naik 8 basis poin dari periode yang sama tahun lalu yaitu 3,45% pada September 2022.
Serupa dengan BTN, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) juga terus mengupayakan pelepasan aset bermasalah melalui mekanisme lelang demi memperbaiki kualitas kredit.
Tercatat, sampai dengan September 2023, kualitas kredit Bank Mandiri (bank only) menunjukkan perbaikan rasio NPL yang membaik 52 basis poin (bps) yoy dari 1,88% pada Desember 2022 menjadi 1,36% di September 2023.
Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin menyebut saat ini pihaknya terus menjaga kualitas aset di tengah tantangan hingga pertengahan tahun 2024. Oleh karena itu, perseroan lebih mawas diri dalam menyalurkan kredit pada sejumlah segmen.
"Jadi, kami terus melakukan analisis sensitivitas dan stress test pada semua portofolio kredit kami,” ujarnya.