Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merespons kekhawatiran Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) terkait dengan terbitnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 mengenai penagihan kredit.
Pasalnya pemain multifinance melalui Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) sebelumnya melihat adanya kemungkinan multitafsir terkait dengan penagihan, khususnya kepada konsumen yang beritikad tidak baik.
Dalam aturan tersebut PUJK dilarang untuk menagih diluar hari Senin—Sabtu dan hanya pada pukul 08.00–20.00 waktu setempat. Dalam penagihan di luar tempat dan/atau waktu juga hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dan/atau perjanjian dengan konsumen terlebih dahulu.
Deputi Komisioner Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Perlindungan Konsumen OJK Sarjito mengatakan aturan tersebut sudah sesuai, termasuk waktu penagihannya. Dia juga menegaskan POJK 22 Tahun 2023 tersebut akan melindungi konsumen yang punya itikad baik.
“Kalau konsumennya nakal, eksekusi menurut peraturan perundang-undangan,” kata Sarjito ditemui usai Seminar Nasional Tantangan Pembiayaan 2024 yang digelar APPI, Selasa (30/1/2024).
Baca Juga
Sarjito menambahkan regulator pun kemungkinan tak akan mengeluarkan aturan turunan seperti Surat Edaran (SE) untuk menjelaskan lebih detail penagihan tersebut dilakukan untuk melindungi nasabah yang beritikad baik.
Namun demikian, pihaknya akan terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak multitafsir. Dia juga memastikan, bukan karena banyaknya larangan PUJK terkesan tidak memiliki perlindungan.
“Pengambilalihan atau penarikan agunan wajib dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan terkait agunan termasuk pasal 20. POJK 22 Tahun 2023 tidak sedang mencoba mengiprestasikan UU jaminan fidusia, tapi kami ingin bisnis ada manner-nya,” ungkap Sarjito.
Di sisi lain, Ketua Umum APPI Suwandi Wiratno mengatakan pihaknya hanya meminta ketegasan OJK dengan membuat aturan turunan seperti SE. Pihaknya menyoroti pasal 62 yang membahas terkait dengan PUJK wajib memastikan penagihan kredit atau pembiayaan kepada konsumen dilaksanakan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Serta 64 yang berbunyi pengambilalihan atau penarikan agunan oleh PUJK wajib memenuhi ketentuan di antaranya konsumen terbukti wanprestasi, konsumen sudah diberikan surat peringatan, PUJK memiliki sertifikat jaminan fidusia, sertifikat hak tanggungan, dan/atau sertifikat hipotek.
Padahal, lanjut Suwandi, pasal 6 PUJK juga mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
“Tapi tidak dihubungkan kan pasal itu harusnya dihubungkan, maka sebenarnya kami ingin minta penjelasan ke OJK apa sih makna dari pelarangan itu dan makna apa yang harus dilakukan itu. Tapi kan dijelaskan sebenarnya sama pak Sarjito ini dibuat untuk yang beritikad baik,” ungkapnya.
Sebagaimana diketahui, OJK telah mengatur tata cara penagihan kredit atau pembiayaan yang dilakukan PUJK kepada konsumen.
Adatujuh aturan yang yang wajib dilakukan PUJK antara lain, pertama memastikan penagihan dilakukan, pertama, tidak menggunakan cara ancaman, kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan konsumen.
Kedua, penagihan dilakukan tidak menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal. Ketiga, penagihan tidak dilakukan kepada pihak selain konsumen.
Keempat, PUJK juga dilarang untuk melakukan penagihan secara terus menerus yang bersifat mengganggu. Kelima, penagihan dilakukan di alamat penagihan atau domisili konsumen.
Keenam, hanya dilakukan pada hari Senin sampai dengan Sabtu di luar hari libur nasional dari pukul 08.00–20.00 waktu setempat. Ketujuh, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Adapun, untuk penagihan di luar tempat dan/atau waktu hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dan/atau perjanjian dengan konsumen terlebih dahulu.
Dalam hal penagihan, PUJK dapat bekerja sama dengan pihak lain dalam melakukan penagihan kredit atau pembiayaan kepada konsumen namun wajib memenuhi ketentuan antara lain pihak lain berbentuk badan hukum.
Kemudian, pihak lain memiliki izin dari instansi berwenang dan pihak lain memiliki sumber daya manusia yang telah memperoleh sertifikasi di bidang penagihan dari lembaga sertifikasi profesi dan/atau asosiasi penyelenggara yang terdaftar OJK.
Dalam POJK ini juga tercantum bahwa segala dampak yang ditimbulkan atas penagihan kredit yang bekerja sama dengan pihak lain akan menjadi tanggung jawab PUJK yang bersangkutan.