Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan selain merger antara unit usaha syariah (UUS) PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) yakni BTN Syariah serta PT Bank Muamalat Indonesia Tbk., tahun ini terdapat aksi merger dari industri perbankan syariah lainnya.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan bahwa berbeda dengan aksi merger BTN Syariah dan Bank Muamalat yang didorong oleh Kementerian BUMN, aksi korporasi dari bank syariah lainnya itu datang dari swasta.
"Ada beberapa [aksi merger], tapi masih dalam tahap pendahuluan, di-lead bank swasta," katanya setelah acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) pada Selasa (20/2/2024).
Dian mengatakan aksi korporasi itu kemungkinan bisa dijalankan oleh tiga hingga empat bank. "Ada beberapa calon yang tentu diharapkan menjadi merger yang cukup besar," tutur Dian.
Adapun, aksi korporasi tersebut merupakan bagian dari implementasi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah (POJK UUS) yang terbit pada tahun lalu.
Dalam ketentuan itu, OJK memang mendorong UUS untuk menjalankan aksi pemisahan atau spin off menjadi bank umum syariah (BUS). OJK juga mendorong adanya aksi konsolidasi perbankan syariah.
Menurut Dian, konsolidasi diharapkan akan menghasilkan bank syariah yang besar dengan aset hingga Rp200 triliun. Sebab, saat ini pangsa pasar perbankan syariah hanya dikuasai oleh satu pemain yakni PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) atau BSI.
Sebelumnya, Dian mengatakan bahwa struktur pasar bank syariah saat ini tidak ideal karena hanya dikuasai oleh BSI.
"Kita tidak melihat sesuatu yang positif bank segede BSI dominasi pasar. Sisanya hanya dapat remah-remah saja," kata Dian dalam sesi wawancara khusus dengan Bisnis pada beberapa waktu lalu.
Saat ini, ada 13 BUS dan 20 UUS yang beroperasi di Indonesia. Namun, para pemain di industri bank syariah itu rata-rata memiliki aset kecil.
Ada 11 BUS dan 17 UUS yang asetnya masih di bawah Rp40 triliun. Hanya satu bank syariah yang punya aset di atas Rp100 triliun, yakni BSI.
Di sisi lain, Dian juga melaporkan aksi korporasi merger bank syariah yang sudah mengajukan izin ke OJK, yakni BTN Syariah dan Bank Muamalat.
Dian mengatakan pembicaraan terkait aksi korporasi kedua bank itu sudah dilakukan dalam beberapa bulan lalu. Update penjelasan sudah berlangsung hingga saat ini.
OJK juga sudah berdiskusi dengan Kementerian BUMN, BTN, serta Bank Muamalat Indonesia terkait aksi korporasi tersebut.
Update Proses Merger BTN Syariah dan Bank Muamalat
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir juga memastikan proses merger antara BTN Syariah dan Bank Muamalat akan rampung sebelum pergantian presiden pada Oktober 2024.
“Muamalat dan BTN Syariah kalau bisa digabungkan targetnya Maret, April, atau Mei 2024, intinya sebelum Oktober 2024,” ujarnya di JIExpo Kemayoran Jakarta, Minggu (18/2024).
Erick juga sempat menyampaikan bahwa Kementerian BUMN sudah melakukan diskusi dengan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan Menteri Agama terkait peluang kerja sama antara BTN Syariah dengan Bank Muamalat.
Adapun, sebelum merger, BTN akan terlebih dahulu mengakuisisi Bank Muamalat. Sementara, dalam rangka pemisahan atau spin off UUS menjadi BUS, BTN Syariah dan Bank Muamalat kemudian merger.
Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu mengatakan langkah akuisisi Bank Muamalat masih dalam proses due diligence. Dia menyatakan bahwa kemungkinan besar proses tersebut akan rampung pada Maret mendatang. Jika sudah selesai, perseroan akan mengambil keputusan akuisisi pada April 2024.
“Saya sudah lapor ke Pak Erick [Menteri BUMN Erick Thohir], kayaknya optimisnya April. Di April kita ambil keputusan,” ujar Nixon pada awal Februari lalu.