Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyampaikan kabar terbaru terkait pembentukan Lembaga Penjamin Polis (LPP) di industri asuransi.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan bahwa pihaknya telah merekrut direktur eksekutif untuk asuransi, termasuk anggota tim di dalam LPP. Purbaya memastikan bahwa hingga akhir tahun ini segala rangka peraturan LPP akan siap.
“Sekarang kami masih diskusi dengan industri dan otoritas lain, OJK dan [Kementerian] Keuangan juga untuk menentukan bentuk yang paling pas seperti apa untuk program penjaminan polis. Tapi ini jalan terus dan saya pikir lebih cepat dari yang kita duga progresnya,” ungkap Purbaya saat ditemui di Jakarta, Kamis (29/2/2024).
Seperti diketahui, program LPP merupakan amanat dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Dalam beleid diatur bahwa penyelenggaraan PPP mulai berlaku lima tahun terhitung UU ini diundangkan, yakni 2028 mendatang. UU PPSK sendiri disahkan pada 12 Januari 2023, artinya beleid ini sudah berjalan satu tahun.
Purbaya menuturkan bahwa saat ini pihaknya tengah membahas aturan terkait jumlah polis yang akan dijamin LPP, apakah akan disamakan dengan simpanan yang dijamin oleh LPS.
“Karena ada berbagai pandangan di sana. Yang lain juga yang sebelumnya sudah diputuskan dan mungkin akan diputuskan lagi perusahaan asuransi yang seperti apa yang boleh masuk, definisi sehat akan seperti apa,” ungkapnya.
Baca Juga
Dia menuturkan bahwa LPS akan melakukan pengecekan acak (random check) kesehatan terhadap perusahaan asuransi, yakni setahun sebelum mengimplementasikan LPP pada 2028.
“Kalau semuanya bagus, kita terima, tapi kalau dari 10 yang kita tes tapi sembilan jelek maka akan kita periksa ulang,” ungkapnya.
Adapun, salah satu tingkat kesehatan perusahaan asuransi akan diukur dari rasio solvabilitas atau risk-based capital (RBC). Namun, Purbaya mengungkapkan bahwa rasio RBC masih dalam tahap diskusi, di mana arah pembicaraan RBC berada di kisaran 120% hingga di atas 180%.
“Tentunya nanti walaupun RBC-nya bagus di tahun 2027 itu kan dikasih list-nya ke kita, selama itu kita akan tes secara random benar-benar bagus atau nggak,” jelasnya.
Purbaya menjelaskan bahwa hal itu dilakukan untuk memastikan tidak banyak perusahaan asuransi yang tumbang di tahun pertama program penjaminan polis berjalan.
“Kalau begitu kan kredibilitas LPP-nya menjadi hilang. Dan, uangnya belum cukup karena iuran belum mulai dan baru sedikit,” tambahnya.
Nantinya, Purbaya juga menjelaskan bahwa produk unit-linked alias Paydi maupun produk investasi tidak dijamin dalam program ini, melainkan hanya menjamin proteksi asuransi. Kendati demikian, jenis proteksi yang dimaksud pun masih dalam tahap diskusi.
“Kalau hitungan ekonomi itu [unit-linked] risikonya nggak jelas, seperti kita menjamin investasi orang, enak sekali kalau investasi dijamin, nggak ada rugi, untung terus,” jelasnya.
Di sisi lain, Purbaya menuturkan bahwa terdapat sejumlah kendala dalam menjalankan mandat untuk menjamin polis asuransi, salah satunya belum terbentuknya LPP.
Kendala lainnya adalah belum lengkapnya data perusahaan asuransi. Alhasil, LPS harus melengkapi data tersebut yang dilakukan dengan berbagi data antara LPS dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Selanjutnya, perusahaan asuransi nggak siap, jadi harus diberi waktu untuk menyelesaikan diri untuk memperbaiki manajemen dan model bisnis. Itu masih cukup waktu sampai 2028 nanti,” pungkasnya.