Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Asosiasi Pialang ungkap Realitas Asuransi Kredit yang Dijauhi Industri

Perusahaan asuransi cenderung memasukkan berbagai persyaratan seperti stop loss hingga cut loss untuk produk asuransi kredit seiring risiko yang meningkat.
Ilustrasi karyawan beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) di Jakarta. Bisnis/Suselo Jati
Ilustrasi karyawan beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) di Jakarta. Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA— Asuransi kredit telah menjadi sorotan selama 3 tahun terakhir lantaran kinerjanya yang kurang baik akibat pandemi Covid-19. Tidak sedikit perusahaan asuransi yang mundur lantaran tidak kuat menanggung risiko asuransi kredit yang diklaim bank hingga koperasi karena gagal bayar nasabah.  

Secara paralel di tengah lonjakan klaim, perusahaan reasuransi juga tidak lagi memiliki appetite untuk asuransi kredit.

Ketua Umum Asosiasi Ahli Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia (APARI) Bambang Suseno dalam sharing session “Harmonisasi Produk dan Layanan Asuransi Kredit Terkini Berdasarkan POJK No.20/2023 dari Perspektif Praktisi yang digelar di Gedung Perpustakaan Nasional di Jakarta Pusat, Kamis (29/2/2024) menyebut sejumlah perusahaan asuransi sudah tidak melayani asuransi kredit.

“Mengenai asuransi kredit, khususnya asuransi jiwa kredit, kinerjanya kurang baik kemudian dampaknya adalah perusahaan asuransi beberapa sudah mengundurkan diri tidak bisa lagi mengcover risiko asuransi jiwa kredit. Karena juga ditrigger reasuransinya yang sudah tidak lagi memiliki appetite untuk asuransi jiwa kredit,” kata Bambang dikutip dari kanal YouTube Apari Podcast, Kamis (29/2/2024). 

Menurut Bambang beberapa perusahaan yang masuk dalam lini usaha asuransi jiwa kredit juga terdampak profitabilitasnya. Bahkan ada yang labanya minus, hingga tak lagi menjalankan bisnis asuransi kredit. Kalau pun menjalankan, Bambang bilang, perusahaan asuransi cenderung memasukkan berbagai persyaratan seperti stop loss hingga cut loss, di mana ratenya naik tetapi pertanggungannya menjadi lebih sempit. Ini menimbulkan dampak yang masif kepada pihak tertanggung hingga perbankan. 

“Perbankan juga suffer, karena covernya menjadi tidak optimal sehingga impact ke debitur. Tentunya kemudian dari si pialang asuransi pun tidak memiliki banyak pilihan karena pemain asuransi kredit menjadi berkurang. Jadi dampaknya masif ke industri,” tuturnya. 

Kala itu, Apari juga turut mengumpulkan beberapa pihak yang terlibat. Dari sana pihak bank juga baru menyadari bahwa bisnis asuransi jiwa kredit membuat pelaku asuransi menderita. Oleh sebab itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun mengeluarkan aturan baru untuk memperbaiki kondisi tersebut dengan meluncurkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 20 Tahun 2023 (POJK 20/2023) tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah dan Produk Suretyship atau Suretyship Syariah. Di mana nantinya akan ada risk sharing antara pemain asuransi dan bank. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper