Bisnis.com, JAKARTA— Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo) buka suara soal pembagian risiko (risk sharing) asuransi kredit. Mekanisme tersebut diharapkan mampu memperbaiki industri asuransi yang cukup terdampak melonjaknya klaim asuransi kredit beberapa tahun terakhir.
Hal itu diungkapkan Ketua Umum Perbarindo Tedy Alamsyah dalam acara sharing session “Harmonisasi Produk dan Layanan Asuransi Kredit Terkini Berdasarkan POJK No.20/2023 dari Perspektif Praktisi yang digelar Asosiasi Ahli Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia (Apari) di Gedung Perpustakaan Nasional di Jakarta Pusat, Kamis (29/2/2024).
“Kami katakan risk harus dibagi. Bank juga harus bertanggung jawab terhadap tata kelola pemberian kredit. Nasabah juga harus diberikan terhadap risiko sendiri. Tetapi harapannya harus tetap ada cover [dari asuransi],” tutur Tedy.
Tedy mengatakan ketidakpastian akan selalu ada kedepannya. Dengan demikian, bank tetap membutuhkan perlindungan dari asuransi meskipun nantinya tidak akan 100%.
Menurutnya, dana yang bank salurkan 90% adalah dana pihak ketiga yang harus dikelola dengan prinsip kehati-hatian.
Tedy juga berharap dengan adanya aturan baru ke depan mampu memperbaiki kepercayaan pihak bank kepada perusahaan asuransi. Pasalnya dia menyebut karena dampak Covid-19, banyak perusahaan asruansi yang mengembalikan preminya ke pihak bank.
Baca Juga
“Banyak BPR yang bekerjasama dengan bank itu dikembalikan preminya. Mungkin ini dampak Covid-19 juga, tapi ya ini jadi tantangan kedepannya mengembalikan kepercayaan khususnya BPR ke asuransi,” ungkap Tedy.
Diketahui, akibat tingginya tingkat risiko banyak perusahaan asuransi yang mundur untuk memberikan perlindungan asuransi kredit. Ini juga dipicu oleh perusahaan reasuransi yang tak lagi memiliki appetite untuk asuransi kredit.
Pada kuartal III/2021 misanya, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mencatat perolehan premi asuransi kredit mengalami kontraksi sebanyak 12,2%. Penurunan tersebut disebabkan adanya perusahaan-perusahaan asuransi yang melakukan pembatalan atau pengembalian premi dari kewajiban jangka panjang.
Premi asuransi kredit pun membaik sepanjang 2023. Premi asuransi kredit sepanjang 2023 mencapai Rp22,3 triliun atau naik 56,2% dibandingkan dengan Rp14,29 triliun pada 2022.
Bahkan premi asuransi kredit juga naik ke urutan kedua sebagai kontributor premi terbesar untuk industri asuransi umum, setelah properti. Padahal selama tiga tahun terakhir, asuransi kredit berada di bawah lini usaha properti dan kendaraan bermotor. Kini premi asuransi kendaraan bermotor menempati urutan ketiga.
Namun demikian, klaim pembayaran asuransi kredit tetap mengalami lonjakan sepanjang 2023. Klaim yang dibayar industri asuransi umum terhadap lini bisnis kredit mencapai Rp16,88 triliun, melonjak 33,8% dibandingkan dengan Rp12,6 triliun pada 2022.
Pembayaran klaim tersebut paling banyak terjadi pada sektor produktif yakni asuransi mikro dan Kredit Usaha Rakyat (KUR).