Bisnis.com, JAKARTA — Kandidat calon Presiden Indonesia 2024—2029 yang unggul dalam hitung cepat Komisi Pemilihan Umum (KPU), Prabowo Subianto mengipas-ngipaskan tangan kanannya di depan dada. Setelahnya dengan mimik serius, dia mengatakan memiliki hubungan emosional secara pribadi dengan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI).
"Saya dulu adalah nasabah Bank Mandiri, beberapa tahun lalu. Saya pikir rekam jejak saya di Bank Mandiri tidak terlalu jelek," kata Prabowo disambut tawa hadirin.
Prabowo yang saat ini merupakan Menteri Pertahanan menyebutkan kala meminjam ke Bank Mandiri, dirinya telah membayar 100% utang tanpa diskon.
"Saya pikir dalam sejarah Indonesia, hanya beberapa nasabah yang membayar utangnya 100%," katanya.
Dalam catatan Bisnis, pernyataan Prabowo ini terkait utang jumbo senilai US$230 juta (atau dengan kurs hari ini, Rabu 6 Maret 2024 setara Rp2,36 triliun) terkait akuisisi Kiani Kertas.
Baca Juga
PT Kiani Lestari (Kiani Kertas) mulanya dikendalikan oleh raja kayu Mohammad 'Bob' Hasan. Konglomerat yang dekat dengan Presiden Soeharto, mertua Prabowo. Pabrik bubur kertas yang memulai operasi pada 1997 itu memiliki kapasitas 525.000 ton per tahun. Pada era ini, Kiani satu-satunya pabrik bubur kertas yang beroperasi di luar Pulau Sumatra.
Penguasaan Prabowo atas Kiani Kertas bermula setelah Bob Hasan menyerahkan perusahaan kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada 1998 atau setahun setelah beroperasi. Sebabnya, sang konglomerat tidak mampu membayar utang-utangnya.
Dalam pengawasan BBPN, Kiani merugi selama 4 tahun. Lelang perusahaan bubur kertas terintegrasi ini kemudian dimenangkan oleh konsorsium PT Anugrah Cipta Investama dan PT Nusantara Energy. Entitas ini sebagian sahamnya dimiliki oleh Prabowo Subianto. Pembiayaan akuisisi didukung Bank Mandiri serta terlaksana pada Oktober 2002 dari BPPN. Konsorsium juga ikut mengambil utang Kiani kepada perbankan.
Setelah akuisisi, Prabowo menjadi Direktur Utama pada Kiani Kertas. Namun, berselang setahun, perusahaan ini mengajukan permohonan restrukturisasi. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sempat menjadikan akuisisi ini sebagai temuan audit karena proses pengambilalihan dan pengelolaan kredit berpotensi merugikan negara. Kejaksaan Agung melakukan penelusuran unsur pidana termasuk memeriksa Prabowo Subianto. Meski demikian, setelahnya pemeriksaan Prabowo tidak berlanjut.
Meski demikian, pengadilan menetapkan para direksi Bank Mandiri bersalah. Direktur Utama Edward Cornelis William Neloe, Wakil Direktur Utama I Wayan Pugeng, dan Direktur Corporate M, Sholeh Tasripan dijatuhi pidana.
Menghindari kerugian negara, Bank Mandiri kemudian memilih melakukan jalan lelang. Aksi setelah Kiani tidak memenuhi komitmen pembayaran kredit. Dari tumpukan utang, Bank Mandiri kemudian menghapus bunga serta denda dan menawarkan seharga pokok utang. Salah satu konglomerat yang ditawari adalah Putera Sampoerna, crazy rich yang sedang memiliki uang tunai 'menggunung' karena menjual pabrik rokoknya kepada Philip Morris. Kala itu pada medio 2005 lalu Sampoerna menjual pabrik rokok keluarganya sekitar US$5,3 miliar atau setara Rp87,5 triliun (kurs Rp 14.350/dollar AS).
Berdasarkan pemberitaan Harian Bisnis Indonesia edisi Rabu 28 Desember 2005 disebutkan bahwa dua kreditur Kiani Kertas, yakni Bank Mandiri dan JPMorgan mendukung Putera Sampoerna untuk mengakuisisi 100% saham perusahaan bubur kertas itu.
Dukungan BMRI, utamanya, kepada Putera Sampoerna untuk mengakuisisi perusahaan milik Prabowo tersebut, salah satunya didasari oleh adanya tagihan utang yang relatif besar belum kunjung dicicil oleh pengendali Kiani. Kala itu disebut perusahaan tercatat memiliki utang sebesar US$230 juta ke Bank Mandiri dan US$50 juta ke JP Morgan.
Selain Sampoerna, investor yang hendak membeli Kiani adalah JP Morgan yang menggandeng Kingsclere Finance, pemilik saham United Fiber System (UFS), pabrik bubur kertas asal Singapura. Kingclere dimiliki oleh Wisanggeni Lauw, keponakan bos Grup Barito, Prajogo Pangestu.
Luhut Binsar Panjaitan yang saat itu menjabat Komisaris Utama Kiani pernah mengatakan pembayaran awal yang disiapkan konsorsium UFS senilai US$100 juta akan masuk usai perjanjian jual-beli ditandatangani. Investor itu juga berjanji membayar seluruh utang Kiani kepada Bank Mandiri beserta bunganya sebelum November 2007.
Secara paralel, Sampoerna pada 19 Januari 2006 mengumumkan menarik tawarannya untuk membeli Kiani karena tak sepakat mengenai syarat pembelian.
Dukungan Wakil Presiden Jusuf Kalla ke Prabowo
Mantan Presiden Jusuf Kalla membuka kembali bagaimana akhirnya Prabowo menguasai sepenuhnya Kiani Kertas dan Bank Mandiri tidak melanjutkan lelang aset perusahaan untuk menebus kredit macet.
Menurut Jusuf Kalla pada Januari 2024 lalu, saat itu setelah mendengar dari Prabowo di Istana Wakil Presiden bahwa Kiani Kertas akan dijual ke Singapura, dia menghubungi Direktur Utama Bank Mandiri yang dijabat Agus Martowardojo.
Sosok yang kemudian hari menjadi Menteri Keuangan hingga Gubernur Bank Indonesia itu memberi syarat pembayaran tunai agar Kiani tidak jadi dilelang.
"Saya telepon Dirut Mandiri Agus Martowardojo. Saya bilang benar ada Kiani Kertas akan dijual? Berapa harganya? 'Kami akan jual US$150 juta dan sudah ada peminat dari Singapura' (jawab Agus). Jangan jual ke Singapura, lebih baik ke pengusaha nasional, 'boleh Pak asal cash' (jawab Agus)," kata Jusuf Kalla mengulang memorinya 17 tahun lalu pada 10 Januari 2024 lalu.
Prabowo kuasai Kiani....