Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate di level 6,25% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 21-22 Mei 2024.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkap alasan Dewan Gubernur BI mempertahankan suku bunga acuan pada RDG bulan ini.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 21 dan 22 Mei 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi sebesar 6,25%,” ujarnya dalam konferensi pers RDG BI, Rabu (22/5/2024).
Perry mengatakan keputusan ini konsisten dengan kebijakan moneter pro-stabilitas serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025, termasuk efektivitas dalam menjaga aliran masuk modal asing dan stabilitas nilai tukar rupiah.
Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
"Kebijakan makroprudensial longgar juga terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga," ungkapnya.
Baca Juga
Sebelumnya dalam RDG bulan April 2024, BI secara mengejutkan menaikkan suku bunga acuan dari level 6% ke 6,25% guna menahan pelemahan rupiah. Kenaikan ini merupakan yang pertama kali sejak Oktober 2023.
Sebelumnya, Konsensus ekonom yang dihimpun Bloomberg secara kompak meyakini BI akan menahan suku bunga acuan pada bulan ini. Dari 38 ekonom, seluruh memprediksi bank sentral akan menahan suku bunga acuan di level 6,25%.
Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) Ryan Kiryanto menuturkan BI akan mempertahankan suku bunga, sejalan dengan Lending Facility Rate dan Deposit Facility Rate.
Meredanya tekanan eksternal terhadap rupiah dan terkendalinya ekspektasi inflasi ke depan tetap dalam koridor 1,5-3,5% menjadi dasar pertimbangan utama BI.
“Selain isu The Fed yang belum akan menurunkan Fed rate tetap di 5,25%-5,50% dalam jangka pendek ini atau setidaknya hingga akhir tahun ini,” tuturnya dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (22/5/2024).
Sementara Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede keputusan mempertahankan BI Rate atas pertimbangan risiko dari skenario kebijakan The Fed yang terus higher for longer.
Pejabat the Fed masih menunjukkan sinyal bahwa Fed tidak terburu-buru menurunkan suku bunga kebijakan FFR meskipun proses disinflasi di AS masih berlanjut.
Setelah kenaikan 25 bps pada bulan lalu, rupiah cenderung menguat sebesar 1,47% (mtd), imbal hasil obligasi acuan 10 tahun telah turun 32bps (mtd), dan telah terjadi arus modal masuk ke pasar portofolio sebesar US$441 juta (mtd) pada Mei 2024.
Mengacu data inflasi pun terkendali dengan tren menurun, meski ada Hari Raya Idulfitri atau Lebaran.
Josua meyakini saat ini dalam menentukan BI Rate, bank sentral akan sangat mengikuti perubahan suku bunga The Fed. Padahal sebelumnya, BI mengindikasikan bahwa keputusannya untuk menurunkan BI Rate tidak akan dipengaruhi oleh keputusan suku bunga acuan The Fed.
“Kami memperkirakan bahwa BI hanya akan menurunkan BI Rate setelah The Fed mulai menurunkan suku bunga kebijakannya,” tuturnya.
Josua mengantisipasi bahwa The Fed hanya akan menurunkan Fed Funds Rate sebesar 25bps di Desember 2024, kami memperkirakan BI akan mempertahankan BI Rate di level saat ini di 6,25% hingga akhir 2024. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan penurunan suku bunga akan terbuka pada tahun 2025.