Bisnis.com, JAKARTA - Ada beberapa hal yang dianggap menjadi biang kerok mesin fisik ATM berguguran di RI tahun ini.
Sebagaimana diketahui, hingga kuartal I tahun 2024, data menunjukkan jika jumlah mesin fisik ATM di Indonesia semakin berkurang.
Tren secara industri telah tergambarkan dari data Surveillance Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak kuartal III/2023 dimana, jumlah ATM, CDM, dan CRM di Indonesia menyentuh 92.829 unit.
Sementara pada kuartal IV/2023, tercatat jumlah terminal ATM, CDM, dan CRM menjadi 91.412 unit, artinya susut 1.417 unit dari kuartal sebelumnya.
Bukan hanya kuartal tahun 2024, jika merujuk pada data tahun sebelumnya. Jumlah mesin fisik ATM di Indonesia juga semakin berkurang.
Baca Juga
Jumlah ini kian menyusut hingga 2.604 unit ketimbang jumlah ATM, CDM dan CRM bank pada periode sama tahun lalu alias kuartal IV/2022 yang sempat menyentuh 94.016 unit.
Ada beberapa hal yang menjadi biang kerok dari penyusutan jumlah ATM fisik di Indonesia ini.
Biang keroknya...
Biang Kerol Mesin Fisik ATM Terus Berkurang
1. Kantor Cabang Banyak yang Tutup
Jumlah kantor cabang bank telah menyusut sebanyak ribuan unit dalam kurun waktu lima tahun.
Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah kantor bank di Indonesia pada Maret 2024 mencapai 24.243 unit.
Dalam setahun jumlahnya susut sebanyak 733 kantor. Sementara, dalam lima tahun terakhir, jumlah kantor bank susut 7.414 unit.
Penyusutan ini tentu berdampak pada jumlah mesin ATM fisik di berbagai daerah.
2. Biaya mahal dan asuransi besar
Ekonom Poltak Hotradero mengatakan jika ATM fisik memiliki biaya perawatan dan asuransi yang mahal.
"Ya penurunan ATM ini sudah jadi kecenderungan global [karena biaya pemeliharaan, asuransi hingga sewanya mahal]. Misal China itu ATM turun 150.000 hingga 200.000 per tahun. Ke depan pembayaran digital makin disukai,” ujarnya pada Bisnis.com belum lama ini.
3. Tren Digital
Sementara biang kerok ketiga adalah teknologi yang kian berkembang.
Masih menurut Poltak Hotradero, pembayaran yang beralih ke digital, membuat penggunaan uang kartal akan berkurang dan kondisi ini didukung oleh bank sentral dunia. “Karena cash handling itu mahal,” imbuhnya.