Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Kesehatan meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk menerapkan tarif maksimum kepada Rumah Sakit (RS) untuk implementasi Koordinasi Antar Penyelenggara Jaminan (KAPJ) dengan Asuransi Kesehatan Tambahan (AKT). Pasalnya sampai dengan saat masih belum ada kebijakan pola tarif KAPJ.
Rekomendasi tersebut, menurut Ketua Dewas BPJS Kesehatan Abdul Kadir untuk menghindari adanya fraud dalam penyelenggaraan KAPJ dengan AKT tersebut.
“Kami harapkan Kemenkes menetapkan standar biaya tertinggi untuk setiap RS karena bilamana tidak, RS akan bisa terjadi fraud apabila tidak ada penentuan tarif ini,” kata Abdul dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR RI, Kamis (6/6/2025).
Dalam hasil pengawasan Dewas BPJS Kesehatan terkait KAPJ dengan AKT, selain tarif, masih ada beberapa hal yang menjadi tantangan. Beberapa di antaranya yakni masih belum adanya regulasi teknis pelaksanaan kebijakan KAPJ dengan AKT. Selain itu, masih belum ada skema cost sharing antara AKT dengan BPJS Kesehatan.
“Selain itu, skema penjaminan masih menjadi tantangan karena perbedaan skema penjaminan, AKT sebagian besar menggunakan skema indemnity, sementara BPJS Kesehatan menggunakan skema managet care,” ungkap Abdul.
Oleh sebab itu, Abdul mengungkap pihaknya merekomendasikan BPJS Kesehatan bersama stakeholder terkait untuk menyusun pengaturan terkait dengan interoperabilitas dan keterbukaan data pembayaran dengan sistem one bilingual antara AKT dan BPJS Kesehatan.
Baca Juga
Selain itu, melakukan sosialisasi dan sistem monitoring yang efektif kepada AKT dengan BPJS Kesehatan dalam pelaksanaan KAPK guna meminimalisir terjadinya double claim, out of pocket, dan potensi fraud. Terakhir membentuk kelompok kerja (Pokja) antara stakeholder terkait, untuk dapat menindaklanjuti usulan-usulan konstruktif sehingga mempercepat terbitnya regulasi khusus.
Adapun penyelenggaraan KAPJ tersebut sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023. Nantinya, peserta JKN bisa mendapatkan manfaat tambahan dengan asuransi swasta. Nantinya manfaat top up diberikan berdasarkan polis yang dibeli peserta dari AKT. Sementara itu manfaat dasar dicover oleh BPJS Kesehatan.
Program tersebut dikecualikan untuk peserta PBI JKN, peserta BP dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III, peserta PBPU dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III, peserta PPU yang mengalami PHK dan anggota keluarganya, serta peserta yang didaftarkan pemerintah daerah.