Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Amar Indonesia Tbk. (AMAR) buka suara terkait rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) yang kian membengkak hingga menyentuh level 10%, jauh di atas level industri per Maret-April 2024, di mana masing-masing berada pada level 2,25% dan 2,33%.
Tercatat, NPL gross AMAR mencapai level 10,26% per Maret 2024, naik 378 basis poin dari sebelumnya 6,48%. Meski demikan, pada periode yang sama NPL net susut menjadi 0,84% dari 1,84%.
Senior Vice President Finance Amar Bank David Wirawan mengatakan bahwa berbagai rasio perbankan digital yang menargetkan sektor UMKM dan individu, termasuk Bank Amar, tidak dapat dibandingkan dengan rata-rata industri perbankan konvensional pada umumnya.
“Hal ini mengingat model bisnis kami berbeda dari bank lain dengan berusaha melayani segmen UMKM dan individu melalui berbagai solusi keuangan inovatif, meskipun memahami risiko yang lebih besar," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (11/6/2024).
Adapun, per kuartal I/2024, kata David, lebih dari 52% kredit yang pihaknya salurkan ditujukan kepada UMKM. Di mana, secara total kredit perseroan mencapai Rp2,75 triliun, naik 14,65% yoy dari sebelumnya Rp2,4 triliun.
Menurutnya, sektor UMKM dan individu yang masih kurang terlayani adalah mereka yang masih memiliki akses terbatas terhadap layanan keuangan (underserved), sehingga memiliki profil risiko yang lebih tinggi.
Baca Juga
“Karena adanya penyesuaian profil risiko dan juga beban kerugian atas risiko kredit yang tinggi, rasio yang lebih relevan untuk menjelaskan hal tersebut adalah risk adjusted NIM, yang memasukkan beban risiko kredit dalam perhitungan rasio NIM,” tuturnya.
Walau demikian, dia juga mengatakan perseroan dapat menurunkan NPL Net menjadi 0,84% dari 1,84% karena diimbangi dengan adanya balancing dari Cadangan Kerugian Pinjaman (CKPN) untuk pencadangan.
Kata David, dengan proporsi yang mencukupi, Amar Bank masih berada di jalur yang tepat untuk bisa mencapai kinerja yang solid. Terlihat dari laba bersih Amar Bank yang sebesar Rp48,86 miliar pada kuartal I/2024, tumbuh 41,9% secara tahunan (year-on-year).
“Hal ini terwujud dari prinsip kehati-hatian yang kami terapkan untuk meminimalkan risiko di setiap penyaluran kredit, dan akan terus kami lanjutkan kedepannya di setiap pengelolaan risiko,” ujarnya.
Adapun, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Moch Amin Nurdin mengatakan penting bagi bank untuk bisa menjaga NPL di bawah 5% sesuai dengan regulasi. Jika tidak, maka bank yang ada bakal terpapar penurunan tingkat kesehatan.
Kata Amin, beberapa strategi yang bisa dilakukan perbankan meliputi penjualan aset yang bermasalah hingga ekspansi kredit yang berkualitas. Pasalnya, peningkatan portofolio kredit yang bagus akan turut menurunkan tingkat NPL yang ada.
Dirinya berujar sejumlah upaya itu memang baiknya harus dibarengi dengan peningkatan kompetensi SDM, perbaikan proses bisnis, terutama di kredit/pembiayaan; dan perbaikan sistem, seperti SOP, infrastruktur dan manajemen risiko.
“Menurut pengamatan saya di 2024, mereka [bank yang mencatatkan NPL di atas 5%] akan berusaha menurunkan NPL yang mengarah ke perbaikan,” ucapnya.