Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kondisi Kredit Macet Bank Jumbo di Tengah Usulan Restukturisasi Kredit Covid-19

Bank Jumbo yang memiliki portofolio restrukturisasi tinggi tengah bersiap risiko kenaikan rasio kredit bermasalah
Ilustrasi kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL). Dok Freepik
Ilustrasi kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL). Dok Freepik

Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan big bank Tanah Air yang memiliki portofolio restrukturisasi yang tinggi telah bersiap atas datangnya potensi kenaikan rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL).

Menariknya, sikap optimistis bahwa kredit macet akan terkendali justru datang sebelum adanya usulan dari Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengajukan perpanjangan stimulus restrukturisasi kredit Covid-19 hingga 2025 kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Misalnya, Direktur Utama Bank Mandiri (BMRI) Darmawan Junaidi yang mengatakan bahwa perseroan memilih masih menunggu terkait lanjutan atas wacana ini.

Berdasarkan presentasi perusahaan, kredit restrukturisasi Covid-19 milik BMRI tersisa Rp22,3 triliun atau 1,56% dari total kredit per Maret 2024. Seiring dengan menurunnya restrukturisasi, Bank Mandiri menilai saat ini tidak ada masalah penurunan kualitas portofolio kredit yang membuat kebutuhan pencadangan kerugian meningkat. 

“Bahkan, saat ini NPL rasio kami berada pada level yang rendah di kisaran 1%,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (25/6/2024).

Tercatat, pada kuartal I/2024 NPL gross Bank Mandiri berada di level 1,02%, susut 68 basis poin (bps) dari periode yang sama tahun lalu 1,70%. NPL net sendiri di level 0,33% dari semula 0,26%. 

Secara terpisah, VP Corporate Communication Bank Mandiri Ricky Andriano mengatakan pencapaian kualitas kredit Bank Mandiri merupakan cerminan pengelolaan risiko kredit yang baik.

“Bank Mandiri secara aktif menjaga diversifikasi portfolio sesuai risk- appetite yang telah ditetapkan oleh bank,” katanya kepada Bisnis pekan lalu (20/6/2024).

Lebih lanjut, kata Ricky, Bank Mandiri juga mengembangkan berbagai credit risk tools yang dalam setiap proses kredit.

Pertama, dari sisi pemilihan debitur, Bank Mandiri menetapkan targeted market berupa industri yang prospektif dan targeted customer dari pemain di dalam industri tersebut, dengan menggunakan alat bantu Loan Portfolio Guideline dan Process Clearance.

Kedua, Bank Mandiri memonitoring performa portfolio kredit melalui early warning signal (EWS) dan watchlist tools guna mendeteksi debitur yang berpotensi mengalami pemburukan kualitas untuk kemudian disusun account strategy dan action plan sebagai mitigasi risiko atas potensi pemburukan kredit tersebut.

“Kami juga melakukan rebalancing portofolio guna menjaga komposisi portfolio kredit tetap didominasi sektor-sektor yang memiliki tingkat risiko relatif rendah,” ujarnya. 

Ricky menambahkan, sebagai langkah antisipasi, Bank Mandiri juga secara rutin melakukan stress test dengan meng-assess dampak pemburukan variabel makroekonomi, termasuk adanya kenaikan suku bunga dengan hasil stress test tidak ada dampak signifikan terhadap kualitas kredit Bank Mandiri.

Restrukturisasi Kredit Bank BCA

Senada, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan di tengah pencabutan restrukturisasi Covid-19, tentu risiko NPL akan selalu ada.

“Tapi kalau kita lihat secara umum LAR di Indonesia cenderung menurun, relaksasi yang dilakukan OJK betul-betul membantu. Kita juga melihat setelah dinormalisasi, NPL kita juga enggak bergerak terlalu drastis,” ujarnya beberapa waktu lalu. 

Kata Jahja, risiko kredit tidak akan meningkat drastis bila secara umum dilakukan secara baik serta dimonitor. “Waktu bank memberikan kredit secara prudent, ya enggak akan meningkatkan risiko kredit [drastis],” ujarnya. 

Terpisah, EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengatakan biaya pencadangan akan senantiasa pihaknya review sejalan dengan perkembangan kualitas aset dan kondisi perekonomian Indonesia. 

“Pertumbuhan kredit BCA diikuti kualitas pinjaman yang terkendali, sejalan dengan portofolio kredit yang direstrukturisasi berangsur kembali ke pembayaran normal,” ujarnya kepada Bisnis, pekan lalu (21/6/2024).

“Ke depan, BCA akan senantiasa mendorong penyaluran kredit di berbagai sektor, dengan senantiasa mempertimbangkan prinsip kehati-hatian sesuai dengan dinamika makro ekonomi domestik maupun global,” ucap Hera.

Tercatat, NPL BCA naik tipis menjadi 1,9% pada kuartal I/2024 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yakni 1,8%. Sementara, rasio loan at risk (LAR) BCA berada di angka 6,6% pada kuartal I/2024, turun dibandingkan angka setahun lalu yaitu 9,8%. 

Per Maret 2024, secara keseluruhan restrukturisasi yang tercatat di BCA mencapai Rp16,8 triliun, turun 58,1% dari periode yang sama tahun lalu Rp40,1 triliun.

NPL Bank BUMN

Lebih lanjut, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) sendiri mencatatkan NPL gross sebesar 3,27% pada kuartal I/2024, naik dari sebelumnya 3,02%. Adapun, NPL net berada di level 1% dari 0,82%

Kemudian, berdasarkan presentasi perusahaan, per Maret 2024 total outstanding atas restrukturisasi Covid-19 mencapai Rp41,5 triliun, susut dari periode tahun lalu Rp54,5 triliun. 

Terakhir, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) mencatat NPL gross mengalami perbaikan menjadi 2,04% dari sebelumya 2,77%. Sedangkan, NPL net berada di level 0,66% dari 0,53%.

BNI sendiri mencatatkan nilai kredit restrukturisasi Rp39,7 triliun pada Maret 2024, susut ketimbang periode yang sama tahun lalu Rp57,3 triliun seiring dengan pemulihan kondisi ekonomi debiturnya.

Berdasarkan laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) gross perbankan mencapai 2,33% per April 2024 atau sebulan setelah restrukturisasi kredit Covid-19 dihentikan.

Angka ini kian merangkak naik dari bulan sebelumnya, di mana per Maret 2024 NPL gross berada di level 2,25%. Kemudian, NPL net juga naik menjadi 0,81% per April 2024 ketimbang bulan sebelumnya yang hanya 0,77%.

Sementara itu, bila dilihat secara tahunan, NPL gross mengalami perbaikan dengan turun 20 basis poin (bps) dari semula 2,53% menjadi 2,33%. Sebaliknya, NPL net mengalami kenaikan dari semula 0,78% menjadi 0,81%.

Untuk diketahui, kebijakan stimulus yang diberlakukan pemerintah mulai Maret 2020 tersebut memang telah berakhir pada 31 Maret 2024. 

Pemerintah Buka Perpanjangan Restrukturisasi Lredit

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pun menyampaikan bahwa perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit merupakan arahan dari presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akan diusulkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). 

Airlangga menjelaskan tujuan dari perpanjangan stimulus tersebut untuk mengurangi beban perbankan dalam mencadangkan kerugian akibat kenaikan kredit bermasalah.  

Bisnis mencatat, sisa kredit yang direstrukturisasi per April 2024 adalah sebesar Rp207,40 triliun, menurun jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya Rp228,03 triliun. Bahkan, secara tahunan angka ini susut dari semula Rp386,03 triliun.

Bank

NPL Gross Maret 2024

NPL Gross Maret 2023

NPL Net Maret 2024

NPL Net Maret 2023

BCA

1,95%

1,76%

0,63%

0,57%

Mandiri

1,02%

1,70%

0,33%

0,26%

BRI

3,27%

3,02%

1%

0,82%

BNI

2,04%

2,77%

0,66%

0,53%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Arlina Laras
Editor : Pandu Gumilar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper