Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menyiapkan hapus buku dan hapus tagih perbankan di tengah membengkaknya rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL), termasuk kredit macet UMKM. Apa peluang dan tantangannya aturan tersebut?
Dalam draft Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) Tentang Pemberian Kemudahan Akses Pembiayaan kepada UMKM, terdapat bab yang membahas mengenai hapus buku dan hapus tagih pembiayaan UMKM.
Di Pasal 28 dijelaskan bahwa dalam rangka mendukung kelancaran pemberian akses pembiayaan kepada UMKM, lembaga jasa keuangan dapat melakukan penghapusbukuan dan penghapustagihan atas piutang macet.
Kemudian di Pasal 29, lembaga jasa keuangan wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai hapus buku dan hapus tagih pembiayaan UMKM yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan.
Kebijakan dan prosedur hapus buku dan hapus tagih paling sedikit memenuhi:
Baca Juga
- Kriteria dan persyaratan pembiayaan yang dapat dilakukan hapus buku dan hapus tagih;
- Limit pembiayaan yang dapat dilakukan hapus buku dan hapus tagih;
- Kewenangan persetujuan pelaksanaan hapus buku dan hapus tagih; dan
- Tata cara pelaksanaan hapus buku dan hapus tagih.
Di Pasal 30 dijelaskan juga bahwa lembaga jasa keuangan wajib mengadministrasikan data dan informasi mengenai pembiayaan yang telah dilakukan hapus buku dan hapus tagih.
Lalu, di Pasal 31 dijelaskan bagi lembaga jasa keuangan milik pemerintah yang melakukan hapus buku dan/atau hapus tagih dilakukan dengan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun, yang dimaksud sebagai peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) serta ketentuan pelaksanaannya.
Pengamat Perbankan dan Praktisi Sistem Pembayaran Arianto Muditomo mengatakan hapus buku merupakan praktik penghapusan piutang macet dari neraca bank, namun kewajiban dan hak tagih bank tetap ada. Sementara, hapus tagih menghapus kewajiban nasabah dan hak tagih bank secara permanen.
Ia mengatakan aturan hapus buku dan hapus tagih ini memberikan manfaat bagi debitur dan bank, khususnya apabila debitur sama sekali tidak mampu melunasi pinjamannya serta tidak dapat menjalankan usahanya kembali karena terbentur credit history yang buruk.
"Manfaat bagi bank di antaranya yang utama adalah membantu bank untuk membersihkan neracanya dari piutang macet dan meningkatkan kesehatan keuangan serta tidak perlu lagi melakukan pencadangan kerugian," ujar Arianto kepada Bisnis pada Senin (22/7/2024).
Debitur pun memiliki kesempatan untuk memulai usaha baru tanpa beban utang lama, skor kredit membaik, dan akses pendanaan baru terbuka saat hapus buku. Kemudian, ketika hapus tagih, debitur bisa bebas dari kewajiban, ketenangan mental, kualitas hidup membaik, karena dapat fokus pada kehidupan dan masa depannya tanpa beban utang.
Namun, ada tantangan dari penerapan aturan tersebut. "Tantangan yang dihadapi oleh regulator dalam penyusunan peraturan dan bank dalam menerapkan kebijakan ini adalah memastikan hanya debitur yang memenuhi persyaratan tertentu yang dapat dipertimbangkan," tutur Arianto.
Kemudian, proses hapus buku dan hapus tagih memiliki konsekuensi bahwa debitur akan dikenakan pajak penghasilan atas piutang yang dihapuskan.
Lalu, penerapan hapus buku dan hapus tagih harus dilakukan dengan hati-hati dan akuntabel. "OJK perlu memastikan bahwa aturan yang dibuat tidak disalahgunakan oleh bank atau debitur," ujar Arianto.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Edina Rae mengatakan sebenarnya hapus buku dan hapus tagih kredit macet UMKM telah wajar dilakukan oleh perbankan swasta pada umumnya. Akan tetapi, hal yang menjadi tantangan adalah ketika hapus buku hapus tagih diimplementasikan bank BUMN.
“Ini kan masalahnya, Himbara [himpunan bank milik negara] itu kan milik pemerintah, [nah] itu kan ada komponen uang negara yang disisihkan, [misal] kekayaan negara yang disisihkan, [artinya] ini yang selalu menimbulkan situasi yang berat buat bank-bank BUMN,” ucapnya.
Alhasil, aturan itu dimaksudkan untuk merespons kesulitan bank BUMN atau bank miliki pemerintah dalam menjalankan hapus buku dan hapus tagih kredit macet UMKM.
Khusus bagi bank BUMN, penghapus bukuan kredit macet UMKM bukan lagi menjadi kerugian keuangan negara, tetapi kerugian yang dapat dihapus bukukan dan diatur secara perundang-undangan.
Redam Bengkaknya NPL UMKM
Di tengah penyusunan aturan hapus buku hapus tagih kredit macet UMKM, tercatat NPL UMKM memang tengah membengkak. Berdasarkan data OJK, pada Mei 2024, rasio NPL UMKM mencapai level 4,27%, naik tipis dibandingkan bulan sebelumnya atau April 2024 di level 4,26%.
NPL UMKM juga membengkak cukup tinggi sepanjang tahun berjalan atau dibandingkan Desember 2023 yang masih di level 3,71%.
Senior Faculty LPPI Amin Nurdin mengatakan kondisi membengkaknya NPL UMKM terjadi saat UMKM belum 100% pulih pasca Covid-19. "Bank pun jadi lebih berhati-hati karena kondisi tersebut," katanya kepada Bisnis pada beberapa waktu lalu (18/7/2024).
Wakil Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sarmuji mengatakan berakhirnya program restrukturisasi kredit Covid-19 pada Maret 2024 membawa konsekuensi bagi bank.
"Saya khawatir karena UMKM yang lahir atau diberikan kredit pada pandemi mendapatkan situasi sulit, mereka potensi gagalnya besar," ujarnya saat rapat dengar pendapat pada beberapa waktu lalu (8/7/2024).
Menurutnya, UMKM sulit membayar kredit karena situasi yang tidak bisa dikendalikan seperti dampak pandemi Covid-19. "Bukan karena kesengajaan tapi karena memang tidak bisa untuk lanjut, kalau tidak ada keputusan [dari bank] itu larut dan tidak pernah selesai," tuturnya.
Oleh karena itu, Komisi VI mengusulkan agar bank menjalankan kebijakan hapus buku dan hapus tagih kredit macet UMKM. "Dengan syarat yang sangat selektif, melalui verifikasi, terutama bagi nasabah yang nilai pinjamannya kecil, dari Rp25 juta, maksimal Rp50 juta," jelas Sarmuji.
Menurutnya, harus ada kejelasan nasib UMKM yang memiliki tunggakan di bank. Sebab, dengan beban kredit macet di bank, UMKM tidak bisa menjalankan bisnisnya lagi.
"Sepanjang tanggungan merek tidak dibayar padahal gagal karena pandemi atau bencana, mereka [UMKM] tidak bisa lagi mencoba bisnis karena utang yang memang tidak bisa dibayar," kata Sarmuji.
Terlebih, menurutnya pihak bank sudah mempunyai cadangan yang kuat dalam menjalankan kebijakan hapus buku dan hapus tagih kredit macet.