Bisnis.com, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang merancang aturan khusus kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Aturan diharapkan mampu mendongkrak porsi kredit terhadap UMKM yang saat ini masih minim.
Dalam draft Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) Tentang Pemberian Kemudahan Akses Pembiayaan kepada UMKM, terdapat beberapa ketentuan. Pasal 2 misalnya menyebutkan bahwa lembaga jasa keuangan perlu mendorong pemberian akses pembiayaan kepada UMKM yang lebih mudah.
Sementara yang dimaksud dengan lembaga jasa keuangan adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, penjaminan, dana pensiun, modal ventura, lembaga keuangan mikro, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
Adapun, dalam Pasal 3 disebutkan bahwa lembaga jasa keuangan wajib memberikan kemudahan akses pembiayaan kepada UMKM, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko.
Contoh kegiatan yang termasuk dalam kemudahan akses pembiayaan kepada UMKM yaitu pemberian persyaratan yang lebih mudah, proses yang lebih cepat, dan evaluasi tingkat suku bunga atau imbal hasil dalam menyalurkan pembiayaan kepada pelaku UMKM.
Lalu, pemberian edukasi kepada pelaku UMKM dalam rangka mendorong literasi pelaku UMKM terkait dengan pembiayaan atau akses pembiayaan.
Kemudian, diatur juga bahwa lembaga jasa keuangan wajib menerapkan tata kelola dalam pemberian kemudahan akses pembiayaan kepada UMKM.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin menilai aturan itu menunjukkan bahwa UMKM memang harus dibantu. Lembaga jasa keuangan dituntut untuk memberikan kemudahan akses pembiayaannya.
"Bank harus ditekan atau setengah dipaksa melirik fokus ke UMKM," katanya kepada Bisnis pada Selasa (23/7/2024).
Dengan begitu, menurutnya target Pemerintah porsi kredit UMKM sebesar 30% bisa tercapai.
"Sekarang masih jauh dari harapan," ujar Amin.
Berdasarkan Analisis Uang Beredar yang dirilis Bank Indonesia (BI), perbankan telah menyalurkan kredit kepada segmen UMKM dengan nilai Rp1.375,2 triliun pada Juni 2024, hanya tumbuh 6,7% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Meski tumbuh, kinerja kredit UMKM pada Juni 2024 melambat dibandingkan bulan sebelumnya atau Mei 2024 yang tumbuh 7,3% yoy. Adapun, pada akhir tahun lalu atau Desember 2024, kredit UMKM telah tumbuh 7,9% yoy.
Porsi penyaluran kredit UMKM pun kian susut. Per Juni 2024, tercatat porsi kredit UMKM mencapai 18,57%, susut dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai porsi 18,71%.
Porsi kredit UMKM juga susut sepanjang tahun berjalan atau dibandingkan Desember 2023 di level 19,36%. Dengan begitu, porsi kredit UMKM kian jauh dari harapan Pemerintah yakni 30%.
Kredit UMKM di Bank
Dari perbankan, Wakil Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) Catur Budi Harto belum mau berkomentar lebih jauh terkait dengan aturan yang disiapkan OJK itu.
"Kami tunggu aturannya ya," ujarnya kepada Bisnis pada Selasa (23/7/2024).
Namun, sebelumnya Direktur Bisnis Mikro BRI Supari mengatakan ke depan, BRI berharap adanya kebijakan penguatan yang dapat memperkuat daya beli masyarakat dan meningkatkan konsumsi rumah tangga.
“Karena dua faktor tersebut menjadi driver utama pertumbuhan kredit UMKM yang menjadi kontributor utama dan menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia di tengah kondisi makro ekonomi yang menantang,” ujarnya kepada Bisnis, pekan lalu (14/7/2024).
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyampaikan UMKM memang menjadi fokus perhatian utama OJK. Aturan yang sedang disiapkan itu menurutnya mungkin akan banyak menjawab persoalan terkait UMKM secara menyeluruh.
Dian mengatakan aturan ini akan memastikan bank dan lembaga jasa keuangan lainnya memiliki kemampuan yang memadai untuk penyaluran pembiayaan UMKM.
"Ini akan ada ada sistem sendiri yang harus OJK kembangkan. Tentu OJK akan melakukan analisis terhadap perkembangan UMKM, perbaikan data dan informasi juga akan lebih di sentralisasi di OJK," katanya dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK, awal bulan ini (8/7/2024).
Dian menyebutkan tujuan dari POJK ini untuk mengembalikan profesionalisme dalam pengelolaan UMKM di lapangan yakni mendorong pertumbuhan UMKM dari waktu ke waktu.
"Sementara itu mungkin kredit macet bisa ditekan seminimal mungkin karena tentu penyaluran-penyalurannya dilakukan secara profesional,” turut.
Dengan demikian, POJK ini dinilai dapat meminimalkan risiko kredit macet dengan memastikan penyaluran kredit dilakukan dengan cara yang profesional dan sesuai dengan kebutuhan UMKM.
Seiring dengan rancangan aturan khusus dari OJK soal kredit UMKM, rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) UMKM memang sedang dalam tren pembengkakan. Berdasarkan data OJK, pada Mei 2024, rasio NPL UMKM mencapai level 4,27%, naik tipis dibandingkan bulan sebelumnya atau April 2024 di level 4,26%.
NPL UMKM juga membengkak cukup tinggi sepanjang tahun berjalan atau dibandingkan Desember 2023 yang masih di level 3,71%.
Ketentuan Hapus Buku Hapus Tagih
Dalam draft RPOJK Tentang Pemberian Kemudahan Akses Pembiayaan kepada UMKM, terdapat pula bab yang membahas mengenai hapus buku dan hapus tagih pembiayaan UMKM.
Di Pasal 28 dijelaskan bahwa dalam rangka mendukung kelancaran pemberian akses pembiayaan kepada UMKM, lembaga jasa keuangan dapat melakukan penghapusbukuan dan penghapustagihan atas piutang macet.
Kemudian di Pasal 29, lembaga jasa keuangan wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai hapus buku dan hapus tagih pembiayaan UMKM yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan.
Kebijakan dan prosedur hapus buku dan hapus tagih paling sedikit memenuhi:
1. Kriteria dan persyaratan pembiayaan yang dapat dilakukan hapus buku dan hapus tagih;
2. Limit pembiayaan yang dapat dilakukan hapus buku dan hapus tagih;
2. Kewenangan persetujuan pelaksanaan hapus buku dan hapus tagih; dan
4. Tata cara pelaksanaan hapus buku dan hapus tagih.
Di Pasal 30 dijelaskan juga bahwa lembaga jasa keuangan wajib mengadministrasikan data dan informasi mengenai pembiayaan yang telah dilakukan hapus buku dan hapus tagih.
Lalu, di Pasal 31 dijelaskan bagi lembaga jasa keuangan milik pemerintah yang melakukan hapus buku dan/atau hapus tagih dilakukan dengan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun, yang dimaksud sebagai peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) serta ketentuan pelaksanaannya.
Pengamat Perbankan dan Praktisi Sistem Pembayaran Arianto Muditomo mengatakan hapus buku merupakan praktik penghapusan piutang macet dari neraca bank, namun kewajiban dan hak tagih bank tetap ada. Sementara, hapus tagih menghapus kewajiban nasabah dan hak tagih bank secara permanen.
Dia mengatakan ketentuan hapus buku dan hapus tagih ini memberikan manfaat bagi debitur dan bank, khususnya apabila debitur sama sekali tidak mampu melunasi pinjamannya serta tidak dapat menjalankan usahanya kembali karena terbentur credit history yang buruk.
"Manfaat bagi bank di antaranya yang utama adalah membantu bank untuk membersihkan neracanya dari piutang macet dan meningkatkan kesehatan keuangan serta tidak perlu lagi melakukan pencadangan kerugian," ujar Arianto kepada Bisnis pada Senin (22/7/2024).
Debitur pun memiliki kesempatan untuk memulai usaha baru tanpa beban utang lama, skor kredit membaik, dan akses pendanaan baru terbuka saat hapus buku. Kemudian, ketika hapus tagih, debitur bisa bebas dari kewajiban, ketenangan mental, kualitas hidup membaik, karena dapat fokus pada kehidupan dan masa depannya tanpa beban utang.
Namun, ada tantangan dari penerapan aturan tersebut.
"Tantangan yang dihadapi oleh regulator dalam penyusunan peraturan dan bank dalam menerapkan kebijakan ini adalah memastikan hanya debitur yang memenuhi persyaratan tertentu yang dapat dipertimbangkan," tutur Arianto.
Kemudian, proses hapus buku dan hapus tagih memiliki konsekuensi bahwa debitur akan dikenakan pajak penghasilan atas piutang yang dihapuskan.
Lalu, penerapan hapus buku dan hapus tagih harus dilakukan dengan hati-hati dan akuntabel.
"OJK perlu memastikan bahwa aturan yang dibuat tidak disalahgunakan oleh bank atau debitur," ujar Arianto.