Bisnis.com, JAKARTA – Industri perbankan terus menakar langkah dalam penyesuaian suku bunga kredit seiring dengan menguatnya sinyal penurunan suku bunga dari The Fed yang diperkirakan akan terjadi pada September ini.
Adapun, langkah bank sentral AS tersebut diharapkan dapat diikuti oleh Bank Indonesia (BI) dengan pemangkasan BI Rate.
Untuk diketahui, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 20 dan 21 Agustus 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 6,25%.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan penguatan rupiah dan inflasi yang terkendali belum cukup menjadi alasan BI untuk menurunkan suku bunga acuan pada Agustus 2024.
Menurut Perry, preferensi utama BI adalah pandangan bahwa secara fundamental rupiah masih akan cenderung menguat. Lalu, terus masuknya investasi portofolio, yang semula SRBI, sekarang lebih banyak SBN dan saham juga menjadi pertimbangan besar dalam penentuan suku bunga.
Apa yang ditunggu lagi oleh bank sentral? Perry menyatakan bahwa pihaknya masih tetap akan melihat ruang terbuka bagi penurunan BI Rate pada kuartal IV/2024.
Baca Juga
Kondisi di Bank
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) menyebutkan hingga saat ini belum ada penurunan suku bunga acuan, termasuk suku bunga dasar kredit (SBDK) yang belum terjadi koreksi apapun di antara perbankan nasional.
Direktur Utama BTN Nixon L.P. Napitupulu mengatakan terdapat beberapa pertimbangan dalam penurunan suku bunga, mulai dari kemampuan nasabah hingga seberapa besar penurunan suku bunga acuan. Artinya, seberapa besar itu bisa menurunkan cost of fund alias biaya dana yang dimiliki bank.
“Jadi kalau trennya bunga turun ya kita pasti ngikuti tren biasanya. Tapi itu juga bergantung nanti seberapa besar penurunan. Dan seberapa besar impact penurunan tadi terhadap CoF perbankan hari ini,” ujarnya dalam Public Expose (27/8/2024).
Pada kesempatan yang sama, Direktur Keuangan BTN Nofry Rony Poetra mengatakan perseroan masih menunggu penurunan suku bunga acuan, karena ini menjadi dasar bagi bank dalam memberikan suku bunga. “Tidak hanya ke kredit tapi juga ke funding,” ujarnya.
Lebih lanjut, penurunan suku bunga pinjaman sendiri akan mempertimbangkan beberapa hal. Pertama, jika perseroan bisa menurunkan suku bunga funding, maka potensi untuk menurunkan suku bunga kredit akan lebih besar. Kedua, dari sisi risk premium yang juga terkait dengan kualitas kredit.
“Dan yang ketiga adalah terkait dengan biaya operasional atau overhead cost. Dengan seluruh proses bisnis yang kita perbaiki, kita otomasi, kita banyak masuk ke digital dalam sisi proses bisnis ini akan menurunkan overhead cost kita. Jadi, potensi untuk penurunan suku bunga itu sebetulnya akan ada ke depannya,” ungkap Nofry.
Dia juga menyampaikan BI akan menyesuaikan suku bunga acuan setelah The Fed menurunkan suku bunganya.
“Kami melihat bahwa penurunan suku bunga kredit ini akan mulai terjadi secepat-cepatnya pada akhir tahun ini, atau bahkan di awal tahun depan,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri Sigit Prastowo mengatakan dalam penetapan suku bunga akan tergantung pada beberapa aspek. Pertama, kondisi likuiditas juga mempertimbangkan strategi pengembangan usaha dan juga kondisi eksternal.
“Termasuk perkembangan suku bunga acuan dan juga pasar global maupun domestik,” katanya, Selasa (27/8/2024).
Tentu apabila nanti ada perubahan-perubahan suku bunga acuan, kata Sigit, perseroan akan memperhatikan hal tersebut. Namun, ini juga sangat tergantung pada permintaan dari kredit, dan kondisi likuiditas pasar yang ada.
“Sehingga ini tentu nanti sangat dinamis tergantung bagaimana situasi yang kita hadapi pada saat ada perubahan dari suku bunga acuan tersebut,” kata sigit.
Terpisah, Direktur Keuangan BNI Novita Anggraini mengatakan dalam penentuan suku bunga kredit, ada sejumlah hal yang harus dipertimbangkan perseroan, termasuk daya saing produk dan layanan di pasar.
“Kami juga tetap terus menjaga tingkat competitiveness itu, sehingga pasti kebijakan untuk menurunkan suku bunga kredit akan kami evaluasi per masing-masing segmen,” ujarnya dalam Public Expose Live, Jumat (30/8/2024).
SBDK Stabil
Adapun, berdasarkan data Bank Indonesia, suku bunga dasar kredit (SBDK) Juni 2024 tercatat relatif stabil dibandingkan bulan sebelumnya. SBDK Juni 2024 berada pada level 8,80%, menurun 1 bps dari 8,81% pada Mei 2024.
Pada kelompok BUMN dan BUSN, SBDK relatif lebih stabil, bergerak di sekitar rerata SBDK industri perbankan. SBDK kelompok BPD berada di atas rerata SBDK industri dengan tren menurun pada dua bulan terakhir (Mei-Juni 2024), sedangkan SBDK kelompok KCBA berada di bawah rerata SBDK dengan tren meningkat selama periode yang sama.
BI melaporkan bahwa stabilitas SBDK mengindikasikan upaya perbankan untuk menjaga daya saing di pasar kredit, di tengah berlanjutnya kenaikan biaya dana pada sebagian kelompok bank.
Lebih lanjut, penurunan spread suku bunga antara BI Rate dengan SBDK menunjukkan perbaikan efisiensi pada pricing perbankan dengan perilaku yang relatif homogen, terutama pada kelompok bank non-KCBA.
Masih dalam laporan yang sama, suku bunga kredit baru mengalami kenaikan secara bulanan, di tengah kecenderungan penurunan suku bunga kredit agregat.
Tercatat, suku bunga kredit baru mengalami kenaikan sebesar 13 basis poin dibandingkan bulan sebelumnya, menjadi 9,81% pada Juli 2024 dari 9,68% pada Juni 2024.
Kenaikan ini juga terlihat pada tren kuartalan, sebagaimana ditunjukan oleh arah Rata-Rata Bergerak (RRB) tiga bulanan untuk suku bunga kredit baru.
“Kendati demikian, kenaikan suku bunga kredit baru belum diikuti dengan kenaikan suku bunga tertimbang untuk kredit agregat, sejalan dengan berlanjutnya penyesuaian suku bunga kredit lama dan masih terbatasnya pencairan kredit baru,” tulis BI dalam laporannya yang dikutip Minggu (25/8/2024).
Tercatat, bunga kredit baru di kantor cabang bank asing mencapai 9,84% per Juli 2024, naik dari bulan sebelumnya yang hanya 8,67% per Juni 2024.
Kemudian, suku bunga kredit baru di bank pelat merah atau BUMN pun mengalami kenaikan dari 8,5% ke 8,53%, atau kenaikan paling rendah dibandingkan kategori lainnya.
Lalu, suku bunga di bank pembangunan daerah mengalami kenaikan dari 9,35% menjadi 10,19%. Sementara, kondisi berbeda dialami suku bunga kredit baru di bank umum swasta nasional yang turun dari 10,54% ke 10,51%.